Download Materi Kajian Islami

Thursday 11 July 2013

BBM Naik, BLSM Turun: Pencitraan Politik Penguasa


Kenaikan BBM kini bukan hanya wacana. Sejak tanggal 22 Juni 2013, pemerintah secara resmi telah menaikkan harga BBM dengan kenaikan kurang lebih 33% dari biaya sebelumnya. Kurang lebih sepekan BBM dinaikan, namun dampak yang begitu besar telah dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Tak hanya biaya transfortasi yang mengalami kenaikan harga, harga sembako pun berangsur-angsur melonjak tak mau ketinggalan. Ditambah lagi dalam waktu dekat bulan Ramadhan akan tiba, dapat dipastikan kenaikan harga di semua aspek melambung tinggi. Tak hanya itu, peralihan tahun pelajaran di semua jenjang penididikan semakin mencekik rakyat. Lantas benarkah rakyat miskin aman dari dampak kenaikan BBM hanya dengan iming-iming kompensasi BBM dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Beras Miskin (Raskin), serta segudang program lainnya?

Analisis sederhana dari salah satu ormas islam di Indonesia bisa sedikit menjawab pertanyaan di atas. Ormas tersebut melakukan perhitungan sederhana yang mampu dicerna oleh semua kalangan masyarakat. Jika kita asumsikan setiap kepala keluarga memiliki 4 orang anggota, dengan dana BLSM Rp 150.000 perbulan, maka setiap anggota keluarga tersebut mendapatkan subsidi Rp 37.500 perbulan atau Rp 1.250 perhari. Dengan kenaikan BBM hingga 33%, menurut ketua Organisasi Angkutan Darat, Organda DKI, Soedirman, paling tidak jasa angkutan umum harus menaikkan 35% dari tarif biasanya. Jika misalnya tarif angkotan umum yang berlaku berkisar Rp 2.000, maka tarif pasca kenaikan BBM menjadi Rp 2.500 – Rp 3.000. Dengan jumlah subsidi tersebut, hanya mampu menutupi kurang lebih dua kali naik angkot. Lalu bagaimana dengan biaya untuk menutupi kanikan lainnya?  Jelas subsidi tersebut sangat-sangat tidak cukup untuk menanggulangi dampak dari kenaikan BBM.
            Bukan hanya itu, polemik kurang tepatnya penerima BLSM tersebut menjadi perbincangan hangat setiap orang. Bukan hanya masalah si ‘kaya’ dapat si ‘miskin’ tidak, tapi yang ‘mati’ dapat yang ‘hidup’ tidak pun terjadi di lapangan. Bagaimana mungkin semua itu bisa terjadi setelah sebelumnya pemerintah melakukan program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang tak jauh berbeda dengan BLSM? Dapat dicerna dengan logika-kah ketidak valid-an data pemerintah tersebut? Jelas tidak. Seharusnya pemerintah memiliki data yang akurat tentang data penduduk miskin di negaranya sendiri. Pun seharusnya pemerintah bisa banyak mengambil pelajaran dari masalah-masalah yang terjadi pada program BLT sebelumnya.

Dari sana, jelaslah terlihat bahwa BLSM adalah program asal-asalan pemerintah untuk meredam kemarahan masyarakat. Bukan hanya meredam, tapi lebih tepatnya menyogok rakyatnya sendiri. Hemat saya, ada kepentingan politik di balik program kompensasi kenaikan BBM ini. Terlebih kasus-kasus yang belakangan terjadi pada kebanyakan kader partai penguasa memberikan citra negatif bagi partai. Bahkan beberapa lembaga survey nasional mengatakan kasus korupsi yang menimpa partai penguasa mengakibatkan turun drastisnya pendukung partai tersebut, alhasil perlu strategi jitu untuk mengembalikan suara rakyat di ‘pesta demokrasi’ tahun 2014 nanti. Salah satunya dengan sogokan BLSM dan program lainnya.

Bukankah kenaikan BBM menuai banyak penolakan? Jika demikian, berarti pemerintah di mata rakyat semakin buruk? Memang banyak kebijakan kenaikan BBM ini mendapat banyak penolakan, tapi suara siapa yang paling keras melakukan penolakan? Dari data BPS-RI, Susenas 2003-2012 yang dikutip oleh Badan Pusat Statistik dalam situsnya melansir bahwa berdasarkan umur, pada tahun 2012 penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan adalah 7-12 tahun 97.99% , 13-15 tahun 89.76%, 16-18 tahun 61.42%, dan 19-24 tahun 16.13%. Dari data tersebut jelaslah bahwa penduduk dengan taraf pendidikan rendah lebih banyak dari pada penduduk yang mengenyam pendidikan di atas rata-rata. Mayoritas mereka yang teguh dengan penolakannya adalah rakyat yang mampu menempuh jenjang pendidikan di atas rata-rata, sedangkan rakyat kecil yang notabene tingkat pendidikannya rendah dapat dialihkan kemarahannya dengan BLSM dan sejenisnya yang terkesan pro rakyat.

Jadi subsidi BBM yang katanya membebani rakyat dan juga tidak tepatnya sasaran subsidi tersebut merupakan alasan klasik yang dibuat-buat pemerintah untuk membohongi rakyat dalam rangka mencapai visi politik 2014. Karena pada faktanya, dari total APBN yang ada, biaya belanja birokrasi menduduki nilai yang tidak kalah banyak dengan subsidi BBM (Rp 193,8 triliun), bahkan melampauinya, yakni sebesar Rp 400,3 triliun. Selain itu, porsi pembayaran cicilan pokok hutang ditambah bunganya juga sangat besar, totalnya mencapai Rp 171,7 triliun. Padahal jika kita analisa lebih lanjut, sasaran penikmat subsidi BBM lebih banyak ketimbang anggaran belanja birokrasi serta pembayaran hutang Negara. Tapi ternyata, pemerintah lebih mementingkan kepentingan sebagian kelompok tertentu saja dibandingkan dengan kebutuhan semua rakyat Indonesia. Selama dia berkewarganegaraan Indonesia, kaya ataupun miskin, dia tetap rakyat Indonesia, tidak boleh ada perbedaan perlakuan dari pemberian fasilitas umum Negara. Terlebih rakyat yang katanya ‘kaya’ pun sudah menyumbangkan hartanya dalam bentuk pajak, sumber dana APBN. Mereka juga punya hak menikmati APBN yang ada, termasuk dalam bentuk subsidi BBM.



Dari sedikit analisis diatas, jelaslah bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah sama sekali bukan untuk kepentingan seluruh rakyat, namun untuk kepentingan elit politik saja. Dan hal tersebut akan terus berlangsung jika tidak ada tindakan dan tuntutan keras dari seluruh elemen masyarakat kepada pemerintah secara langsung. Maka, sudah selayaknya lah kita kembali berpikir dan bersikap kritis terhadap segala sesuatu yang diputuskan pemerintah, karena kebijakan tersebut bukan hanya berdampak pada sebagian orang saja, tapi seluruh masyarakat Indonesia. Bukan hanya berdampak pada satu generasi manusia saja, tapi mencakup generasi kita di masa yang akan datang. Sampai kapan kita akan melihat rakyat terhimpit hidupnya? Jika jawabannya sampai detik ini saja, maka marilah kita bersama-sama menyatukan suara untuk kebaikan Negara ini. Namun sesungguhnya kebaikan itu hanya akan didapat dari aturan yang sempurna, aturan yang dibuat Sang Maha Pencipta. Jadi, tidak ada solusi fundamental lain untuk menyelesaikan karut marut negeri kita ini kecuali hanya dengan mengganti aturan yang ada dengan aturan milik sang Pencipta.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...