Download Materi Kajian Islami

Thursday 17 April 2014

Sukses, Milik Setiap Orang





            Jika kita menelusuri latar belakang orang-orang sukses di dunia, maka tidak sedikit dari mereka yang dulu kemampuannya diragukan orang. Sebut saja Einstein. Tak disangka, ternyata semasa kecil bapak Fisika modern ini memiliki kesulitan dalam mengeja dan menulis, atau biasa dikenal dengan penyakit dyslexia. Alexander Graham Bell (penemu telepon) dan Walt Disney (bapak animasi dunia) memiliki learning disability. Thomas Alfa Edison penemu lampu pijar dan James Watt sang  master mesin uap pun semasa kecilnya harus belajar di rumah bersama ibunya karena memiliki kemampuan lemah dalam belajar. Bahkan Edison sempat terancam tuli akibat kecelakaan yang menimpanya. Kesemuanya itu adalah beberapa contoh tokoh yang kemampuannya diragukan orang namun kini menjadi tokoh terkemuka di seantero dunia.
            Melihat gambaran di atas, ternyata perbedaan fisik dalam diri seseorang tidak menjadi sebab seseorang mengalami kegagalan permanen. Terkadang malah sering kali kita melihat orang dengan kesempurnaan fisik justru mengalami keterpurukan yang teramat dalam. Hal ini dikarenakan sukses atau tidaknya seseorang bukan disebabkan oleh sempurna atau tidaknya fisik seseorang, tetapi kemauan, kesungguhan dan kreatifitas setiap orang lah yang menjadi  pembeda si ‘sukses’ dan si ‘gagal’.
            Seseorang yang memiliki fisik berbeda dengan orang pada umumnya sering disebut orang sebagai penyandang cacat. Namun dewasa ini istilah ‘penyandang cacat’ sudah mulai tergantikan dengan istilah difable/difabel. Difabel (Different Ability) adalah seseorang yang keadaan fisik atau sistem biologisnya berbeda dengan orang lain pada umumnya. Difabel terbagi menjadi dua, ada difabel permanen (sejak lahir), misalnya orang yang sejak lahir tidak memiliki jari tangan yang sempurna, dan ada pula difabel nonpermanen (terjadi akibat mengalami kecelakaan atau peristiwa tertentu), misalnya orang yang kehilangan kedua kakinya akibat kecelakaan lalu lintas.
Istilah difabel merupakan makna halus dari istilah ‘penyandang cacat’. Dan agaknya memang difabel lebih tepat digunakan dibandingkan dengan istilah ‘penyandang cacat’. Hal ini dikarenakan setiap manusia sejatinya memiliki derajat yang sama di mata Allah, yang membedakan hanyalah ketakwaannya. Jika istilah ‘penyandang cacat’ digunakan, maka dengan kata lain orang telah mendiskriminasikan atau membedakan orang berdasarkan fisik semata, padahal sejatinya fisik seseorang itu adalah pemberian mutlak dari Allah. Apakah ada ceritanya ketika seorang bayi hendak dilahirkan ke dunia kemudian Allah memberi pilihan ingin berambut kriting atau lurus? Ingin berkulit putih atau hitam? Tidak, karena fisik atau sistem biologis seseorang merupakan Qada atau ketetapan dari Allah. Maka sungguh tidak adil jika derajat manusia ditilai dari fisik semata.
Selain Einstein dan tokoh-tokoh lain di atas, ada juga tokoh difabel yang menginsfirasi di jaman kekinian. Indonesia memiliki seorang penulis dan sastrawati dari Malang yang sejak berumur 10 tahun harus kehilangan kemampuan berjalan. Sepanjang hidupnya dia telah mampu menghasilkan karya 400 cerpen dan novel. Dia adalah Ratna Indraswari Ibrahim. Ada juga seorang difabel pianis. M Ade Irawan seorang siswa SMA yang tuna netra ini pandai bermain piano. Kepandaian dan minat besarnya ini sampai menarik perhatian musisi jazz Indonesia seperti Idang Rasjidi, Indra Lesmana, Bubi Chen hingga bos Museum Rekor Indonesia (MURI) Jaya Suprana. Putri Herlina, “Sang Putri tanpa Tangan” beberapa bulan yang lalu sempat membuat geger media di Indonesia. Pernikahannya dengan putra dari mantan deputi gubernur Bank Indonesia itu membuat semua mata berlinangan air mata. Putri tak pernah mengeluh walau sejak lahir dia tak memiliki tangan sempurna. Tapi ternyata keterbatasannya itu tak membuat aktifitasnnya terhambat. Dia mampu seperti wanita pada umumnya. Makan, sekolah, mengetik di komputer, mengurus bayi, dan lain-lain.
Menjadi difabel bukan berarti tidak mampu mencapai kesuksesan. Siapa pun orangnya, baik difabel maupun tidak, selama dalam dirinya memiliki motivasi, kemauan, kesungguhan, dan kreatifitas maka dia akan mampu mencapai kesuksesan. Memiliki motivasi bukan berarti harus selalu mengikuti acara mega training, mendangar sang motivator di depan mata. Dengan memiliki tujuan hidup yang jelas saja, maka itu sudah cukup untuk memotivasi hidup kita. Memiliki kemauan berarti dia memiliki keinginan yang jelas untuk mencapai tujuan hdupnya. Memiliki kesungguhan, berarti dia siap mengambil resiko dan berkorban besar untuk merealisasikan tujuan hidupnya. Menjadi kreatif berarti dia mempu mengenal siap dirinya, dimana dia hidup, kesempatan apa yang ada di depan matanya dan dia mampu melihat sesuatu yang orang lain tak mampu lihat.
Melihat orang-orang difabel namun masih tetap bisa berkarya seharusnya menjadi tamparan keras untuk kita. Mereka yang fisiknya berbeda dengan kita saja bisa berkarya dan bermanfaat untuk orang lain. Apalagi kita yang secara fisik terlahir lebih baik dari mereka, kita semestinya bisa lebih bersyukur dan sama-sama mencapai kesuksesan. Jadi, mulai hari ini mari kita benahi diri kita, melihat ke atas bukan untuk menjadikan kita rendah diri, justru harus membuat kita semakin termotivasi. Ingat, kesuksesan itu milik setiap orang. Oleh karena itu ambil buku dan pena kita dari sekarang, lalu susunlah kesuksesan itu dari sekarang. Kuncinya motivasi, kemauan, kesungguhan dan kreatif.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...