Download Materi Kajian Islami

Friday 23 May 2014

Kejahatan di Kampus: Apa Penyebabnya?

Sumber: Google

telah dimuat di Sosial News
Universitas Padjadjaran (Unpad) adalah salah satu kampus ternama di Jawa Barat yang selama dua tahun berturut-turut ini menyandang kampus terfavorit pilihan lulusan SMA yang hendak melanjutkan studinya. Pelajar di Unpad tidak hanya terdiri dari Indonesia saja, bahkan pelajar asing pun ada seperti Malaysia, India, Timor Timor dan lain sebagainya. Berkaitan dengan siswa asing, baru-baru ini tersiar kabar bahwa pelajar asing asal Malaysia diduga telah menjadi korban tindak pemerkosaan. Semenjak itu, kampus Unpad dilabeli sebagai kampus “darurat kejahatan”. Terlebih terhitung Januari hingga Mei, Polsek Jatinangor mencatat sudah ada 10 kejadian kriminal, mulai dari penjambretan, penodongan sampai pemerkosaan.
Rupanya kejahatan yang terjadi di kampus tidak hanya di Unpad saja. Beberapa kasus ditemukan, misalnya aksi pencurian telepon genggam, laptop, dan percobaan pencurian terhadap kendaraan bermotor seperti yang dialami salah seorang dosen Fakultas Ushuludin dan Filsafat (FUF) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Di tahun 2006, tercatat beberapa kejahatan seperti pemalakan, percobaan perkosaan, hingga pembunuhan, pernah terjadi di kampus Universitas Indonesia (UI) Depok. Bahkan pembunuhan Daliu A. Gunawan, mahasiswa UI Depok, terjadi di bulan April tahun 2005.
Sebagai warga kampus, saya merasa banyak faktor yang mengakibatkan sering terjadi adanya tindak kriminalitas di wilayah kampus. Mulai dari sudut pandang tim keamanan kampus maupun wilayah setempat, kebiasaan mahasiswa yang terkadang mengundang aksi kejahatan, dan minimnya kepekaan sosial, bahkan yang paling mendasar adalah minimnya tingkat kesejahteraan masyarakat.
Pertama, dilihat dari sudut pandang tim keamanan. Kurangnya fasilitas penunjang keamanan seperti CCTV, tim patroli kampus, dan Standart Operasional Procedure (SOP) yang baku untuk pihak kemanan kampus menjadikan jaminan kemanan kampus melonggar. Apalagi dengan kondisi rata-rata kampus yang memiliki banyak jalan tikus untuk mempermudah warga kampus menjangkau tempatnya belajar. Biasanya jalan tikus tersebut sepi dan gelap namun tanpa pengawasan pengamanan, sehingga menjadi tempat yang empuk untuk tindak kejahatan. Ditambah lagi prosedural/birokrasi pengaduan ke pihak kepolisian setempat yang cenderung sulit dan rumit menjadikan mahasiswa enggan dan malas melaporkan tindak kejahatan yang dialaminya. Dengan demikian pelaku kejahatan tidak merasa terancam eksistensinya dan semakin sering melancarkan aksinya.
Kedua, perilaku mahasiswa yang cenderung mengundang tindak kejahatan. Hal ini terutama karena budaya hedonisme yang sekarang melekat pada banyak mahasiswa. Kebiasaan hura-hura, sering berkegiatan sampai larut malam, berpenampilan serba menawan dan transparan, dan terbiasa menampakan harta berharga terutama ganget. Bukan hanya hedonisme, budaya liberal pun menjadi akar yang paling mendalam. Terutama kebebasan dalam berperilaku dan bergaul. Ini pula lah yang diduga menjadi salah satu penyebab diperkosanya mahasiswi Unpad baru-baru ini. Dari keempat pelaku diduga kesemuanya adalah teman-teman sekampusnya dan satu diantaranya adalah pacarnya sendiri. Lebih parahnya lagi merekadalam keadaan mabuk (meminum miras).
Ketiga, minimnya kepekaan sosial. Agaknya masalah kurangnya kepekaan sosial alias individualis ini tidak hanya menjangkiti para mahasiswa saja, namun banyak masyarakat Indonesia pun demikian. Penyakit individualis ini sedikit banyak diakibatkan oleh ketidakmampuan masyarakat saat ini dalam menghadapi berbagai masalah pribadi. Sehingga hal yang sering terdengar adalah “jangankan untuk mengurusi orang lain, urusan pribadi pun belum terselesaikan”.
Terakhir adalah minimnya tingkat kesejahteraan masyarakat. Rendahnya tingkat kesejahteraan penduduk Indonesia menurut Irman Gusman, Peserta Konvensi Calon Presiden (capres) Partai Demokrat, ditunjukan dengan fakta bahwa jumlah penduduk miskin masih tinggi, yaitu sebanyak 28,55 juta atau 14 persen. Ditambahkan, sebanyak 63 persen penduduk miskin Indonesia berada di pedesaan dan mayoritas adalah petani dan nelayan. Sementara jumlah pengangguran masih sekitar tujuh persen dari seluruh angkatan kerja. Hal ini akhirnya mengakibatkan masyarakat menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, karena jika tidak seperti itu mereka terancam kematian. Peran negara sangat dibutukan dalam memecahkan permasalahan yang terakhir ini.
Jadi, penyebab maraknya tindak kriminalitas di berbagai kampus yang ada bukan hanya disebabkan oleh kurangnya tingkat fasilitas keamanan dari pihak kampus. Namun lebih jauh lagi ini adalah bukti kekurangan peran pemerintah dalam menanggulangi kejahatan yang tersistemik ini. Mulai dari kebijakan birokrasi yang tidak memudahkan masyarakat dan sarat dengan proses penyuapan, kurikulum pendidikan yang gagal menciptakan moral individu masyarakat yangberakhlakul karimah namun cenderung hedonis dan liberalis dan terakhir ekonomi kapitaslis yang kian bercokol mengakibatkan tingkat kesejahteraan semakin rendah. Bagai hukum rimba, yang kuat yang bertahan, yang bermodal yang bertahan, “yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin”. Lalu apa solusi tuntasnya? Ketika kita menyadari yang salah adalah sistem, maka solusinya adalah ganti sistem. Hanya sistem islam yang didalamnya termuat berbagai syari’at islam yang bersumber dari Allah sang Pencita saja lah yang mampu mengganti sistem negara kita saat ini agar kehidupan kita lebih berkah dan sejahtera.
Waalohu’alam bi ashowab..

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...