Pernah
mikir gak, gimana ya caranya kok bisa misalnya huruf "a" yang kita
ketik di hp trus kita kirim ke temen kita, dan temen kita pun akhirnya menerima
pesan hurup "a" tersebut? Apakah hurup "a" yang kita ketik
itu melayang-layang di udara trus ditangkap oleh hp teman kita? Kalo gitu
harusnya dalam satu waktu banyak dong angka-angka bahkan suara yang melayang di
udara, karena yang berkomunikasi di dunia ini tidak hanya satu dua orang saja?
hehehe, bingung ya?
Gak usah bingung. Inilah bukti kecanggihan teknologi sekarang.
Dengan adanya kemajuan di bidang pengolahan sinyal dan elektronika, kita dapat
meninkmati kemudahan berkomunikasi. Trus apa hubungannya dong sama modulasi dan
demodulasi? Logikanya sih gini, misal hurup "a" yang kita ketik dalam
hp akan memiliki kode biner tertentu. Karena kode biner itu hanya memiliki dua
jenis (yaitu 0 dan 1) maka akan mudah untuk merubah kode biner tersebut kedalam
sinyal tertentu. Misalnya jika 0=tenggelam, 1=muncul, maka akan terbacalah
sebuah sinyal kotak. Perubahan kode biner tersebut ke dalam suatu bentuk sinyal
di sebut modulasi. Sedangkan nanti sinyal tersebut akan diterima oleh hp komunikan
dalam bentuk sinyal lagi, dan akan kembali dirubah kedalam kode biner, kemudian
terbacalah dalam layar hp teman kita sebagai hurup “a” juga. Proses tersebut
disebut demodulasi.
Masih
bingung? Logika paling sederhananya gini. Misal kita kuliah di Unpad. Sedang
orang tua kita tinggal nun jauh di sana, sebut saja suatu desa terpencil di
Garut Selatan. (Hehehe, memisalkan diri sendiri aja). Trus suatu ketika ibu
kita ingin mengirimi kita uang. Ya maklum lah kampung, disana tidak ada ATM,
jadinya mesti dititip ke mobil kan. Bisa gak kira-kira kalo uang itu diletakkan
begitu aja di mobilnya? Kira-kira nyampe ke tangan kita gak? Ya gak dong, yang
ada malah dipungut orang dikira dia nemu uang. Ya kan? Jadi, gimana dong
caranya?
Caranya
simpel aja. Ibu beli amplop. Uangnya masukin ke amplop. Amplopnya titipin ke
supir. Supir jalan (bukan jalan kaki, tapi jalan bawa mobil maksudnya, hehehe)
dari rumah ibu ke tempat kita kuliah. Tuh sopir akhirnya nyempe di tempat kita
dan ngasih amplopnya ke tangan kita. Kita buka amplopnya, dapet deh uangnya.
Nah proses perubahan kemasan uang ke amplop itu di sebut modulasi, sedangkan
amplopnya sendiri disebut modulator. Si mang sopir disebutnya carier (sinyal
pembawa). Nah proses kita membuka amplop itu disebut demodulasi. Alat
pembukanya disebut demodulator. Kitanya sendiri disebut komunikan. Udah faham
sekarang? Alhamdulillah…
Sekarang
lanjut pada sesi terpenting. Kenapa sih saya bahas modulasi dan demodulasi?
Sebenarnya saya teringat saja pada Rasulullah, sang kekasih Allah. Jika kita
cermati baik-baik. Ternyata Rasulullah adalah modulator sekaligus demodulator.
Bener gak? Coba kita pikirkan. Rasulullah itu kan sebagai penyampai pesan.
Pesan dari siapa? Pesan dari Allah Sang Pencipta kita. Pesan yang disampaikan
berupa Al-Qur’an. Kemudian Rasulullah menyampaikan wahyu yang beliau terima
kepada ummatnya. Kira-kira bisa dibayangkan gak jika tidak ada Rasulullah di
dunia ini? Udah ancur aja kayaknya dunia ini. Karena kita tidak memiliki
pedoman hidup.
Maka
sudah sangat jelas, kita itu sangat membutuhkan Rasulullah. Mengapa? Karena ada
dua fungsi Rasulullah yang paling utama yang berkaitan erat dengan kita. Pertama,
Rasulullah adalah sebagai
modulator dan demodulator. Artinya rasulullah sebagai penerima wahyu dan
penyampai wahyu. Bayangin aja kalo Rasulullah dulu mengonsumsi wahyu hanya
untuk diri beliau sendiri, mana kenal kita dengan islam? Tapi itulah mulianya
Rasulullah, beliau memiliki sifat tablig, artinya menyampaikan, sehingga
tak satu wahyu pun yang luput darinya. Kedua, Rasulullah sebagai
juklak. Tahu kan juklak? Itu loh kalo dalam suatu organisasi atau perlombaan
pasti ada juknis (petunjuk teknis) dan ada juklak (petunjuk pelaksana). Jika
AL-Qur’an adalah juknisnya, maka Rasulullah adalah juklaknya. Dari mana kita
tahu cara sholat? Dari mana kita tahu cara ibadah haji? Apa disebutkan di dalam
al-Qur’an secara terperinci? Tentu tidak. Mungkin kalau segala sesuatunya
dituliskan dalam Al-Qur’an secara terperinci, pastilah membutuhkan berjuta-juta
lembaran Al-Qur’an. Tapi Allah sungguh sangatlah pemurah dalam memudahkan
hamba-Nya. Allah mengutus Rasulullah sebagai suri tauladan, sebagai contoh dari
bangsa kita sendiri. Ya kebayang aja kalo Allah mengutus Jin sebagai suri
tauladan, yang ada bukannya kita bisa nyontoh, tapi malah bingung, orang kita
gak bisa melihat jin. Ya kan? hehehe
Jadi
sungguhlah beruntung kita memiliki Rasulullah. Rasulullah dengan segenap
jiwanya memberikan yang terbaik untuk ummatnya. Bisa kita bayangkan, dengan
pemikiran jahiliyah yang serba mementingkan nafsu belaka, Rasulullah datang
menyampaikan wahyu Allah tanpa kena lelah. Kira-kira kalo kita datang pada seorang
pencuri (yang pada saat itu mencuri adalah kebiasaan yang lumrah) untuk menyampaikan
bahwa mencuri itu haram dan menyuruh mereka berhenti mencuri, apa kira-kira
tanggapan si pencuri itu? Ya langsung di keroyok lah. Paling ringan mungkin ditertawain,
diolok-olok. Sedih gak kira-kira? Mau ngulangi lagi gak kira-kira? Ah paling
juga kita nangis terus bersumpah gak akan coba-coba ngelakuin gitu lagi, ya
kan?
Tapi
Rasulullah tidak seperti itu kawan. Coba tengok sirah Nabawiyah, disana
digambarkan dengan jelas bagaimana Rasulullah berkorban, mengorbankan segenap
jiwa dan raganya, harta dan waktunya, bahkan nyawanya hanya untuk menyadarkan
ummatnya dan menyampaikan pesan dari Rabbnya. Rasulullah pernah diludahi,
pernah diolok-olok, dikatakan penyihir lah, majnunlah, dilempari kotoran
unta, dilempari batu, dan banyak lagi. Tapi Rasulullah tidak pernah menyerah
sampai pada akhirnya banyak para sahabat yang mengikuti jejaknya. Menyampaikan
islam keseluruh penjuru dunia, sampai islam berhasil menguasai dua per tiga
dunia. Sekarang setelah Rasulullah dan para sahabatnya wafat apakah kita rela
membiarkan islam hancur begitu saja? Apakah kita rela menyia-nyiakan
pengorbanan dan perjuangan Rasulullah dan sahabatnya dulu? Tentu tidak!
Lalu
apa yang harus kita perbuat? Tentu saja kita pun harus mencontoh beliau sebagai
penyampai wahyu Allah. Dalam bahasa yang mudah tidak lain adalah dakwah. Maka
dengan berdakwah kita dapat membuktikan kecintaan kita terhadap Rasulullah,
kekasih Allah yang sangat kita rindukan perjumpaan dengannya kelak di syurganya
Allah. Jadi marilah kita terus berdakwah, dengan begitu, kita melayakkan diri
kita untuk dapat bertemu Rasulullah di akhirat kelak.
Wallohu’alam
bi ashowab..