Oktober merupakan bulan yang
bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setiap tahunnya di setiap tanggal 28 Oktober
menjadi momen penting untuk mengenang kebangkitan para pemuda zaman dulu.
Bermula pada tahun 1908 kaum muda bertekad menyatukan seluruh Nusantara dengan
sebutan Indonesia. Mereka berkumpul dengan menyebut dirinya sebagai Perhimpunan
Indonesia. Perhimpunan Indonesia adalah organisasi yang didirikan oleh
pelajar-pelajar Indonesia di negeri Belanda. Organisasi ini awalnya bernama
Indische Vereeniging. Namun, pada tahun 1922 nama itu diganti menjadi
Indonesische Vereeniging, tetapi pada tahun yang sama namanya berubah menjadi
Perhimpunan Indonesia.
Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda atau Sumpah Pemuda
merupakan suatu pengakuan dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu
tanah air, satu bangsa dan satu bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28
Oktober 1928 hasil rumusan dari Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda
II Indonesia. Namun ternyata sumpah pemuda yang mejadi simbolis kebangkitan
pemuda itu menjadi penyemangat ‘temporal’ kaum muda saat ini. Semua pemuda
terutama mahasiswa gencar menyuarakan ‘kebangkitan’ yang mereka usung di
tanggal tersebut. Hanya sehari itu saja. Berbeda dengan pemuda zaman dulu yang
hanya untuk mengopinikan kata ‘Indonesia’ saja memerlukan tempo 10 tahun.
Pemuda sejatinya adalah kaula muda yang selalu
terdepan dalam memperjuangkan hak hidupnya. Raja dangdut, Rhoma Irama
mengatakan bahwa darah muda adalah darah yang berapi-api. Bahkan Ir. Soekarno
pun mengatakan seribu orang tua hanya dapat bermimpi, satu orang pemuda dapat
mengubah dunia. Artinya pemuda merupakan tonggak utama yang bisa memprakarsai kebangkitan
suatu bangsa. Pemuda merupakan
generasi penerus sebuah bangsa, kader bangsa, kader masyarakat dan kader
keluarga. Pemuda selalu diidentikan dengan perubahan.
Sejarah membuktikan bahwa berbagai hal menyangkut
perubahan dan pembangunan, selalu identik dengan adanya campur tangan pemuda. Di
berbagai belahan dunia perubahan sosial politik menempatkan pemuda di garda
depan. Peranannya besar, dan mendasar. Pengaruhnya kuat dan mengakar. Hampir
dipastikan di setiap revolusi besar dunia berawal dari gerakan pemuda. Misalnya
saja ketika terjadinya perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajah Belanda
sebagian besar pemprakarsa awalnya adalah kaum muda. Lalu ketika terjadi
kemerdekaan RI, pencetusnya sebagian besar adalah pemuda. Pencetus revormasi
pengguling rezim Orde Baru adalah mahasiswa alias pemuda. Di dunia
internasional, Robespierre dan Napoleon Bonaparte menjadi pemuda yang memiliki
peran penting dalam revolusi Perancis.
Gambaran
pemuda sebagai sosok unggul, pilihan, bergairah, bergelegak dan bergelora
secara fisik, psikis, intelektual, serta yang terpenting sikapnya itu ternyata
berbeda dengan gambaran pemuda saat ini. Pemuda sebagai sosok superior,
progresif, revolusioner dengan api berkobar-kobar, dan bara spirit yang
menyala-nyala kini sudah jarang nampak bahkan lenyap sama sekali. Secara
etimologi pun pemuda dari masa ke masa mengalami degradasi dan penyempitan
makna. Seperti yang disampaikan oleh Bennedict Anderson, misalnya, menyebut
bahwa definisi “pemuda” sejak revolusi kemerdekaan sampai menjelang orde
lama mereka selalu dikaitkan dengan “dimensi politik”. Akan tetapi setelah Orde
Baru berkuasa bukan hanya terjadi degradasi makna bahkan dekadensi. Pergesaran
makna “Pemuda” menjadi “Remaja”. Artinya hasil dari depolitisasi pemerintah
Orde Baru, Pemuda mengalami pergeseran makna yang dulunya memuat dimensi
politis, menjadi “Remaja” yang berkaitan dengan soal gaya hidup. Disinilah pemuda
menjadi massa yang mengambang (floating mass). Pemuda menjadi kalangan
yang seringkali “galau”. Lebih jauh lagi, makna “Remaja” pun semakin bergeser
menjadi “ABG”, yang sangat identik dengan sesosok kaula muda yang lemah.
Jika dulu para pemuda gemar memperjuangkan hak-hak
rakyat, berkutat dengan politik, bergulat dengan problem sosial, tapi kini
pemuda atau remaja lebih sering disibukkan dengan kehidupan pribadi. Kebanyakan
mereka sibuk dengan urusan cinta, sibuk dengan mencari harta dan jabatan
semata, sibuk dengan hiburan dan hura-hura, hidup hanya untuk memenuhi hasrat
yang sekejap mata. Gaya hidup yang penuh dengan pesta, dugem, ada genk motor,
gila bola, dan club club lainnya yang isinya penuh dengan kesenangan dunia.
Kemudian ditambah dengan kondisi yang penuh dengan nafsu syahwat. Dalam sebuah
survei komnas anak di 12 provinsi dengan responden 4500 remaja (2010)
didapatkan data bahwa 21.2 % anak SMA pernah aborsi, 62.7 % anak SMP sudah
tidak perawan, 93.7 % pernah berciuman, 93-97 % pernah melihat porno. Lalu
bagaimana dengan nasib pemuda intelektualnya? Menurut survei yang dilakukan
Bank Mandiri, sebanyak 900.000 lulusan sarjana dari berbagai Perguruan
Tinggi (PT) yang tersebar di seluruh Indonesia masih menganggur alias tidak
mempunyai pekerjaan tetap.
Lantas bagaimana peran mahasiswa sekarang dalam
pembangunan bangsa? Bagaimana arah pergerakan mereka di zaman demokratis ini?
Ternyata mereka seakan-akan mandul. Jika saat orde baru potensi pemuda sebagai agent of change dan agent of control mass sengaja dimatikan oleh rezim yang ada, namun
sekarang meski dengan berbagai kebebasan yang ada, pemuda khususnya mahasiswa
malah semakin apolitis. Hal ini diakibatkan oleh semakin individualisnya setiap
masyarakat yang hidup dalam naungan demokrasi. Ini mengakibatkan tidak pekanya
dia terhadap sekitarnya. Kemudian gaya hidup yang hedon dan tuntutan hidup
mewah menjadi penyebab para intelektual muda menyibukkan dirinya dengan mencari
harta, jabatan dan tahta. Mereka tak peduli apakah itu baik untuk bangsanya
atau malah meruntuhkan bangsanya, yang penting dia memiliki segudang manfaat
dari apa yang dilakukannya. Pantaskah kita berharap banyak pada gambaran pemuda
yang seperti ini?
Oleh sebab itu, selayaknya kita kembali
merekonstruksi kaula muda ini. Menimbulkan kesadaran bahwa dia hidup tidak
hanya untuk kesenangan dunia semata, menyadarkan bahwa dia hidup di dunia hanya
sementara, serta menyadarkan bahwa dia akan dimintai pertanggung jawabannya di
akhirat kelak menjadi satu poin penting yang mesti dilakukan agar jiwa sejati
pemuda kembali hadir. Dengan begitu dia akan kembali peduli terhadap keadaan masyarakat
sekitarnya. Ia tidak akan tinggal diam dengan kedzaliman yang meraja rela. Ia
tidak akan mudah dibohongi para pemilik kepentingan.
Wallohu’alam bi ashowab..