Sejak bulan desember 2014, film King
Suleiman (Abad Kejayaan) yang ditayangkan oleh salah satu TV swasta Indonesia
itu, telah banyak mendapatkan gugatan dari masyarakat terutama netizen. Film
yang menceritakan Kerajaan Ottoman itu dinilai telah mendistorsi sejarah Islam,
merendahkan wanita Islam, dan melecehkan para Khalifah. Ketua Umum Korps
Muballigh Jakarta (KMJ) KH Muhammad Shobari dan Sekretaris Umum KMJ Miftah
Mahfud menilai tayangan tersebut menceritakan Sultan Sulaiman Al-Qanuni yang
digambarkan sebagai sosok yang cabul, angkuh, dan jauh dari nilai-nilai Islami.
Ini menyakiti ummat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia. Tidak hanya
itu, sang Sultan digambarkan sebagai seorang yang haus perempuan dan sedikit
arogan. Namun pada faktanya sejarah mencatat bahwa Sultan Sulaiman Qanuni
(Pemberi Hukum) menjadi peletak dasar-dasar hukum Islam yang dijadikan
undang-undang kenegaraan yang kemudian diterapkan selama lebih dari 300 tahun. Berbeda
jauh dengan penggambaran dalam film yang diproduksi.
Neil Tobing, Sekretaris Perusahaan PT Visi Media
Asia Tbk (Viva) menuturkan bahwa film King Suleiman sudah melalui sensor yang
sangat ketat. Jika masyarakat menghujat film tersebut karena alasan mengandung
unsur porngrafi, maka alasan itu bisa dipatahkan. Adapun jika alasan
penghujatan tersebut karena dianggap sebagai penyeleweng sejarah islam, Coorporate
Communications Manager ANTV, Nugroho Agung Prasetyo, mengatakan bahwa film
tersebut merupakan tayangan drama yang terinspirasi dari sejarah yang berlatar
belakang kerajaan Ottoman namun tetap murni fiksi. Jadi seharusnya tidak ada
masyarakat islam yang tersinggung, karena film tersebut bukan penyelewengan
sejarah, tapi hanya cerita fiktif belaka.