Download Materi Kajian Islami

Sunday, 26 May 2013

Salah Tingkah


Akhwat salah tingkah? Gimana cerita?!

Seringkali saya melihat seorang akhwat (bahkan yang sudah sangat mafhum) di mana pun, di Jurusan, di Fakultas, dan juga Universitas, dilanda salah tingkah (salting). Mayoritas penyebab salting tersebut bukan suatu hal yang besar, bisa dibilang sepele malah. Bukan pula suatu pelanggaran hukum syara, tapi kesalahan yang dia perbuat yang lebih cenderung suatu kekonyolan. Hal konyol tersebut semisal terpeleset, salah bicara, salah kirim sms, ketahuan phobianya, teriak-teriak gara-gara ulet, kecoa, atau kucing, dan lain-lain. Biasanya salting ini terjadi ketika si akhwat melakukan kekonyolannya di depan lawan jenisnya [baca: ikhwan]. Terutama apabila yang melihatnya itu adalah orang yang dikenalnya, seniornya, partner kerjanya, adik kelasnya serta orang yang tinggi ilmunya. Malu adalah alasan utamanya, menurunkan iffah adalah kekhawatirannya.

Salting juga pernah saya rasakan. Bahkan baru-baru ini kejadiannya. Betapa tidak? Di depan banyak orang saya melakukan suatu kebodohan, di depan dosen dan orang-orang lainnya. Semua kriteria orang yang saya sebutkan tadi (senior, partner kerja, adik kelas serta orang yang tinggi ilmunya) ada di tempat kejadian. Seketika itu saya merasa menjadi fokus perhatian. Secara otomatis pipi berubah memanas merah merona menahan malu. Kedua telapak tangan dengan cepat beruah suhu, dari panas menjadi dingin. Rasa-rasanya saya sudah tak memiliki lagi muka (hahaha, lebay). Tapi begitulah perasaan yang akhwat rasakan ketika mereka melakukan suatu kesalahan didepan orang yang tidak dia inginkan.

Sepanjang hari saya memikirkan dan merenungkannya. Jika dipikir-pikir, kekonyolan yang kita buat bukanlah hal yang begitu fatal. Cukup dengan menganggap semuanya tidak pernah terjadi, habislah perkara. Tapi, emang dasarnya perempuan perasa, hal sekecil apapun yang membuatnya malu akan selalu dia pikirkan dan dia besar-besarkan. Seolah-olah hal itu adalah hal yang sangat fatal, sangat besar, dan tak kan termaafkan. Lebay bukan? Padahal jika kita pikir lebih logis dan mendalam lagi, bisa jadi orang-orang disekitar kita tidak menyadari kekonyolan apa yang telah kita perbuat. Bahkan yang sadar pun belum tentu dia/mereka mempermasalahkannya, semenit kemudian mungkin dia/mereka melupakannya. Jadi, kekhawatiran kita itu hanyalah asumsi-asumsi belaka.

Maka dari itu, atas hasil pengamatan dan pengalaman saya, hal yang perlu kita lakukan ketika kita mengalami salting akibat kekonyolan kecil yang kita perbuat setidaknya ada tiga. 

Pertama, bersikap tenang dan biasa. Detik pertama ketika kita menyadari kita telah melakukan kekonyolan adalah berusaha untuk bersikap tenang dan biasa saja, seolah-olah tidak terjadi apa pun. Mengapa demikian? Karena kawan-kawan, jika kita tidak tenang, malah gugup, bisa jadi timbul kecerobohan dan kekonyolan lain yang kita lakukan. Yang ada bukannya meyelesaikan masalah tapi malah membuat masalah baru. So, tenanglah dan bersikap biasalah.

Kedua, lupakan dan jangan terus dipikirkan. Salah satu kekurangan perempuan adalah dia selalu terus-menerus memikirkan masalah yang dia hadapi. Masalah kecil pun seolah menjadi besar karena terus dia pikirkan. Ya jangan heran, kalo ada perempuan yang memiliki penyakit hypertensi dia pasti akan sangat mudah naik tekanan darahnya, karena segala hal selalu dia pikirkan. Boleh memikirkan sesuatu, bahkan harus malah, ya tapi jangan dibesar-besarkan dan lebay. Tapi disini saya juga tidak bisa mengeneralisir semuanya, bergantung kasus, adakalanya kita juga harus serius memikirkan sesuatu. Namun yang jelas, untuk konteks kekonyaolan yang kita perbuat yang membuat kita salting, janganlah terlalu kita pikirkan lebih lanjut. Itu akan menyiksa kita, pikiran kita akan pusing. Setiap kali kita berjumpa dengan orang yang melihat kekonyolan kita, kita pasti merasa malu. Mengapa? Karena kita terus memikirkannya. Jadi, untuk kasus salting ini, janganlah kita terus-terusaan memikirkannya. Toh yang kita lakukan bukan suatu pelanggaran hukum syara. Dan belum tentu juga orang yang melihat kekonyolan kita masih mengingatnya dan mempermasalahkannya. 

Ketiga, belajar dari kesalahan. Setelah dua hal diatas kita lakukan, hal terakhir yang mesti kita lakukan adalah mengambil pelajaran atas kekonyolan/kesalahan yang telah terjadi. Hal tersebut harus menjadi pelajaran agar kita tidak mengulangi hal yang sama dilain waktu. Ingat kan kata Rasulullah? Seorang muslim tidak akan jatuh pada lubang yang sama sebanyak dua kali. Jadi, berhati-hatilah.. :)

Sekian cerita saya tentang ini, semoga dapat menjadi pelajaran dan bermanfaat bagi pembaca semua.. :)

Wallohu'alam bi ashowab..

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...