Tempo hari saya tak sengaja melihat sebuah iklan Einstein Speedy, program dari speedy yang bertujuan mencari tiga unggulan fisika untuk dapat bergabung dengan lima finalis lain dari Surya Institut dan mewakili bangsa ini ke pagelaran Asean Physic Olympiade. Tak terasa air mata menetes begitu saja. Saya merasa bangga tercampur iri. Bangga atas prestasi anak bangsa, terutama di bidang fisika, yang bahkan tidak jarang mengantongi mendali emas di ajang tingkat internasional. Iri karena saya sendiri tidak mampu mewujudkan impian saya [dulu] untuk dapat bergabung menjadi bagian dari mereka .
Saya dulu tak pantang menyerah. Meski tak tercapai oleh diri sendiri, tapi saya bertekad untuk dapat menjadi seorang guru yang nanti akan meloloskan muridnya mencapai olimpiade fisika sekurang-kurangnya tingkat nasional. Itukah obsesi? Mungkin ya, mungkin juga tidak. Yang jelas, niat saya tulus murni ingin memajukan pendidikan bangsa. Atau setidaknya, ketika saya tak mampu menjadi tenaga pendidik, saya masih memiliki harapan dari anak saya kelak [insya Allah jika Allah mempercayakan kepada saya untuk memiliki anak].
Mengingat salah satu fungsi ibu yang utama adalah sebagai madrosatul ula, pendidik pertama, maka sungguh besar tanggung jawab kita sebagai seorang ibu kelak. Nasib baik buruk anak kita ditentukan dari bagaimana didikan kita terhadap mereka. Lihatlah Imam Syafi'i, dibalik kecerdasannya, ada seorang ibu yang begitu tegar menyemangati dan mendidiknya. Pasti, dibalik siapapun orang yang luar biasa, selalu ada wanita yang tak kalah luar biasa dibelakangnya. Maka, itu pula yang sekarang harus kita siapkan [bagi yang belum berkesempatan menggenapkan setengah agamanya] untuk menjadikan diri kita sebagai sesosok perempuan dan seorang ibu yang cerdas, kuat, dan penuh semangat. Dengan demikian, setidaknya kita mampu membentengi anak-anak kita dari kejamnya dunia kapitalis yang terus merusak moral anak. Jangan lelah menuntut ilmu, meski banyak orang bilang "setinggi apapun pendidikan perempuan, ujung-ujungnya dapur, sumur, kasur juga", tapi toh ilmu kita bisa kita transfer untuk anak kita nanti. Sehingga, bukan hal yang tak mungkin kita dapat mewujudkan impian kita dahulu dari anak kita. Ya tentu bukan atas dasar paksaan, tapi dengan pemahaman.
Semoga kelak saya dapat menjadi seorang ibu yang luar biasa, sehingga mampu mencetak generasi islam yang polymath. Tak hanya ahli ibadah, ahli perjuangan, namun juga ahli ilmu dunia. Tentu, perlu upaya dan pengorbanan besar untuk dapat mewujudkannya. Do'a, Usaha, Ihtiar dan Tawakal adalah kuncinya. Semoga impian tertunda ini akan mampu terwujud lewat anak saya kelak, baik anak didik maupun anak kandung. Amiin ya Rabb..
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.