Download Materi Kajian Islami

Thursday, 4 April 2013

RUU Ormas Legalisasi Belenggu Masyarakat




Tanggal 9 April 2013 menjadi hari penentuan nasib organisasi masyarakat yang ada di Indonesia. Pasalnya pada tanggal tersebut pemerintah dan juga DPR RI berencana akan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Organisasi Massa (RUU ORMAS). Sebenarnya, RUU Ormas ini bukan lah RUU yang terbilang baru, karena RUU ini telah digodog sejak tahun 2011. Hanya saja satu hal yang membuat resah semua pihak adalah asas tunggal yang cukup menonjol dalam RUU ini, sehingga hal tersebut mengingatkan kembali pada masa-masa kelam di zaman orde baru.
            Jika kita perhatikan, ada ketimpangan dan keanehan dari RUU Ormas ini. Pertama, adanya aturan yang diskriminatif antara ormas biasa dengan ormas yang merupakan sayap partai. Parpol hanya dikatakan tidak boleh bertentangan dengan pancasila, sedangkan ormas mutlak harus berasaskan pancasila, padahal parpol lebih menentukan kabijakan-kebijakan di pemerintah dibandingkan dengan ormas biasa. Seharusnya yang lebih diikat dengan aturan yang ketat adalah parpol, bukan ormas.
                Kedua, banyak terdapat kata-kata yang multi tafsir dalam draft RUU Ormas tersebut. Misalnya saja larangan pada Pasal 61 (2) a. melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras dan golongan. … d. melakukan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum; dan larangan lainnya, apa tolok ukurnya, seperti apa kriterianya, seperti apa tingkatnya, semuanya tidak jelas. Hal ini pada akhirnya bisa dijadikan sebagai pasal karet yang dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang tidak berselaras dengan ormas. Sehingga bisa dikatakan bahwa RUU ini menjadi bahan legalisasi untuk membelenggu aktivitas masyarakat yang tidak dikehendaki pemerintah.
                Ketiga, RUU ini melarang semua organisasi massa termasuk ormas Islam berkiprah dalam bidang politik. Ormas hanya boleh beraktifitas pada bidang hukum, pemberdayaan perempuan, lingkungan, demokrasi Pancasila, dsb. Jika memang pengecualian ormas berkiprah di politik karena sudah ada parpol, lantas mengapa di bidang hukum diperbolehkan padalah jelas-jelas ada aparat hukum? Mengapa di bidang agama boleh padahal ada Mahkamah Agama dan turunannya? Ini mengindikasikan bahwa pemerintah tidak ingin dikritiki oleh ormas yang selama ini dengan konsisten mengkritisi kelalaian pemerintah.
                Para pembaca yang budiman, marilah kita tengok di masa kelam lalu. Banyak korban dari kegagalan RUU Ormas di masa lalu. Tidak hilang dari ingatan kita tragedi Tanjung Priok serta tragedi berdarah lainnya. Lantas mengapa kini kita munculkan lagi? Hanya satu yang harus kita lakukan, TOLAK RUU ORMAS, karena ini adalah alat pemerintah untuk membelenggu gerak masyarakat dalam meluruskan kedzaliman pemerintah.
Wallâh a’lam bi ash-shawâb

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...