Tumbang sudah kekuasaan
Mohammed Mursi Issa, presiden ke-5 Mesir. Tepatnya tanggal 3 Juli 2013 dini
hari, presiden yang lebih dikenal dengan sebutan Mursi ini di berhentikan atau
lebih tepatnya dikudeta oleh militer Mesir. Angkatan Bersenjata Mesir
mengkudeta Mursi dengan alasan Mursi telah gagal menenangkan bentrokan antara
penentang dan pendukungnya padahal peristiwa tersebut telah merongrong
negerinya selama berhari-hari. Mursi menolak penggulingannya dan menyebutnya
sebagai "kudeta total militer". Meski memang masih banyak perdebatan
antara oposisi dan pendukung rezim Mursi mengenai penyebutan “kudeta” ataukah
“pemberhentian kekuasaan”. Namun, Barak Obama, presiden Gedung Putih ini pun
sampai sekarang masih harus mengkaji ulang masalah pelik dan rumit yang terjadi
di Mesir, dan belum menentukan sikap dan menyatakan bahwa yang terjadi di Mesir
adalah kudeta. Berbeda dengan negara yang tergabung dalam Uni Eropa, setelah
melakukan diskusi dan audiensi bersama Menteri Turki urusan Uni Eropa, Egemen
Bagi, dengan tegas mereka mengatakan kasus Mesir bukan kasus kudeta.
Jika kita kembali mengingat proses pemilihan Mursi tahun
lalu, pada 24 Juni 2012, Komisi Pemilihan Umum Mesir mengumumkan bahwa Mursi
memenangkan Pemilu Presiden dengan mengalahkan Ahmed Shafik, Perdana Menteri
terakhir di bawah kekuasaan Hosni Mubarak. Komisi Pemilihan menyatakan Muorsi
memperoleh 51,7 persen suara, sedang Shafiq mendapatkan 48,3 persen. Jelas ini
adalah kemenangan mutlak di dalam demokrasi. Lantas mengapa sampai terjadi
kudeta oleh militer? Memang, terpilihnya Mursi merupakan kali pertama proses
pemilihan presiden Mesir dengan melalui proses yang demokratis, tapi mengapa
banyak negara-negara asal pencetus demokrasi (USA dan Uni Eropa) tidak
menganggap penurunan Mursi sebagai kudeta, yang nyata-nyata sangat bertentangan
dengan asas demokrasi yang mereka agung-agungkan? Inilah cerminan dan bukti
nyata bahwa demokrasi hanya sistem cacat yang penuh dengan kepentingan kalangan
elit politik tertentu, bukan mengedepankan kepantingan rakyat.
Presiden pertama Mesir yang hafal 30 zuz Alqur’an dan
telah menjabat sejak 30 April 2011 sebagai Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan
(FJP), sebuah partai politik yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin setelah
Revolusi Mesir 2011 ini kini ditahan di Kantor Garda Republik. Militer Mesir
mengangkat Kepala Mahkamah Tinggi Konstitusional, Adly Mansour sebagia
pengganti sementara Mursi. Kemudian, tiga hari pasca kudeta itu, Mohamed
el-Baradei ditunjuk menjadi Perdana Menteri Mesir. Siapakah dia? Mohamed
el-Baradei adalah tokoh liberal dan sekuler yang tentu saja ide dan
pemikirannya sesuai dengan visi misi demokrasi. Dengan terpilihnya tokoh
libersal dan sekuler tersebut akan semakin mengokohkan cengkraman kepentingan
Amerika terhadap Mesir. Lagi-lagi ini adalah bukti yang tak dapat dipungkiri
bahwa demokrasi hanya sistem cacat yang penuh dengan kepentingan kalangan elit
politik tertentu, bukan mengedepankan kepantingan rakyat.
Lantas, siapakah yang dirugikan? Masyarakat sipil yang
tak tau apa-apa menjadi korban utama dalam skenario besar Amerika ini. Bahkan
pengamat politik pun melansir bahwa akan ada kemungkinan terjadinya perang
saudara di Mesir. Perang antara front Anti Mursi semisal Front Pembela Nasional
(NSF) dan kelompok Tamarod yang menyatakan bahwa kasus yang terjadi bukan
kudeta melainkan perlawanan rakyat Mesir melawan pemimpin tiran, dengan pihak
pro Mursi, Partai Kebebasan dan Keadilan. Sampai saat ini sudah banyak ratusan
anggota Partai Kebebasan dan Keadilan yang ditangkap, bahkan tragedi ‘pembantaian’
Senin kemarin telah menewaskan sedikitnya 52 orang tewas dan ratusan orang
luka-lukan. Ditambah lagi keberadaan oposisi terancam pecah dengan ditunjuknya
tokoh liberal dan sekuler Mohamed el-Baradei menjadi Perdana Menteri Mesir yang
mendapat penolakan dari faksi Islam terbesar kedua di Mesir. Partai Islam
an-Nour menegaskan penunjukkan itu tidak sesuai dengan rule map bersama antara
sesama oposisi.
Jika
sudah terjadi seperti ini, patut kita pertanyakan kepada para pengusung
demokrasi, kemanakah HAM yang selama ini didewakan? Masih teringat dengan kasus
Bom Boston dengan segudang keganjalannya yang hanya menewaskan segelintir orang
saja. Bagaimana reaksi dunia? Semua mengecam pelaku yang diduga adalah ‘teroris
islam’. Lantas bagaimana dengan puluhan rakyat Mesir yang dibantai bagitu saja
tanpa sebab dengan pelaku pembantaian yang jelas terlihat? Apakah demokrasi dan
HAM hanya berlaku untuk barat dan tidak berlaku untuk muslim? Sungguh tidak
adilnya hidup ini. Dimanakah keadilan yang selama ini demokrasi janjikan? Omong
kosong, itu semua hanya konsep emas belaka, tapi sama sekali utopis dan tak
mampu direalisasikan.
Perlu
kita sadari bahwa sedemokratis apa pemilihan presiden terjadi, tidak hanya
Mursi tapi presiden siapa pun itu, jika kekuatan besar di negara tersebut,
dalam hal Mesir adalah militer, masih pro dan bahkan menjadi boneka dan antek
Amerika, tidak akan mampu membelenggu riak-riak pemberontakan. Tidak akan selesai
menuai permasalahan. Begitu pula seberapa besar pendukung presiden tepilih dari
proses demokrasi, ketika pendukung itu tidak memiliki satu arah pandang, satu
metode perubahan yang sama, satu misi visi pergerakan yang sama dengan pihak
terpilih, tidak akan mampu menjamin ketidak adanya permaslahan yang timbul
dalam negara. Ketika mereka dihadapkan pada kenyataan yang tidak sesuai dengan
yang dijanjikan, bukan hal yang tidak mungkin yang mulanya mendukung berubah
haluan menjadi menolak, dan revormasi yang diinginkan pun gagal sudah.
Lantas
bagaimanakah perubahan besar dan fundamental itu akan bisa terwujud? Kuncinya
hanya dua, pertama, perlu adanya
opini umum dan kesadaran umum yang satu antara seluruh elemen masyarakat dengan
pemimpin. Kedua, perlu adanya
dukungan penuh dari pemegang kekuatan di negara tersebut serta negara-negara
tetangga terhadap pemimpin. Dan jelas kedua kunci utama perubahan itu tidak
akan mampu terwujud dalam sistem demokrasi yang hanya memperhatikan banyaknya
suara, tapi kunci tersebuta akan mampu terwujud dalam sistem islam yang
berasaskan pada hukum Al-Qur’an dan As-sunnah yang tak sedikit pun terdapat
kecacatan di dalamnya.
Wallohu’alam
bi ashowab