Download Materi Kajian Islami

Monday, 29 July 2013

Kudeta Mursi: Cermin Kebobrokan Demokrasi


         Tumbang sudah kekuasaan Mohammed Mursi Issa, presiden ke-5 Mesir. Tepatnya tanggal 3 Juli 2013 dini hari, presiden yang lebih dikenal dengan sebutan Mursi ini di berhentikan atau lebih tepatnya dikudeta oleh militer Mesir. Angkatan Bersenjata Mesir mengkudeta Mursi dengan alasan Mursi telah gagal menenangkan bentrokan antara penentang dan pendukungnya padahal peristiwa tersebut telah merongrong negerinya selama berhari-hari. Mursi menolak penggulingannya dan menyebutnya sebagai "kudeta total militer". Meski memang masih banyak perdebatan antara oposisi dan pendukung rezim Mursi mengenai penyebutan “kudeta” ataukah “pemberhentian kekuasaan”. Namun, Barak Obama, presiden Gedung Putih ini pun sampai sekarang masih harus mengkaji ulang masalah pelik dan rumit yang terjadi di Mesir, dan belum menentukan sikap dan menyatakan bahwa yang terjadi di Mesir adalah kudeta. Berbeda dengan negara yang tergabung dalam Uni Eropa, setelah melakukan diskusi dan audiensi bersama Menteri Turki urusan Uni Eropa, Egemen Bagi, dengan tegas mereka mengatakan kasus Mesir bukan kasus kudeta.
            Jika kita kembali mengingat proses pemilihan Mursi tahun lalu, pada 24 Juni 2012, Komisi Pemilihan Umum Mesir mengumumkan bahwa Mursi memenangkan Pemilu Presiden dengan mengalahkan Ahmed Shafik, Perdana Menteri terakhir di bawah kekuasaan Hosni Mubarak. Komisi Pemilihan menyatakan Muorsi memperoleh 51,7 persen suara, sedang Shafiq mendapatkan 48,3 persen. Jelas ini adalah kemenangan mutlak di dalam demokrasi. Lantas mengapa sampai terjadi kudeta oleh militer? Memang, terpilihnya Mursi merupakan kali pertama proses pemilihan presiden Mesir dengan melalui proses yang demokratis, tapi mengapa banyak negara-negara asal pencetus demokrasi (USA dan Uni Eropa) tidak menganggap penurunan Mursi sebagai kudeta, yang nyata-nyata sangat bertentangan dengan asas demokrasi yang mereka agung-agungkan? Inilah cerminan dan bukti nyata bahwa demokrasi hanya sistem cacat yang penuh dengan kepentingan kalangan elit politik tertentu, bukan mengedepankan kepantingan rakyat.
            Presiden pertama Mesir yang hafal 30 zuz Alqur’an dan telah menjabat sejak 30 April 2011 sebagai Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan (FJP), sebuah partai politik yang didirikan oleh Ikhwanul Muslimin setelah Revolusi Mesir 2011 ini kini ditahan di Kantor Garda Republik. Militer Mesir mengangkat Kepala Mahkamah Tinggi Konstitusional, Adly Mansour sebagia pengganti sementara Mursi. Kemudian, tiga hari pasca kudeta itu, Mohamed el-Baradei ditunjuk menjadi Perdana Menteri Mesir. Siapakah dia? Mohamed el-Baradei adalah tokoh liberal dan sekuler yang tentu saja ide dan pemikirannya sesuai dengan visi misi demokrasi. Dengan terpilihnya tokoh libersal dan sekuler tersebut akan semakin mengokohkan cengkraman kepentingan Amerika terhadap Mesir. Lagi-lagi ini adalah bukti yang tak dapat dipungkiri bahwa demokrasi hanya sistem cacat yang penuh dengan kepentingan kalangan elit politik tertentu, bukan mengedepankan kepantingan rakyat.
            Lantas, siapakah yang dirugikan? Masyarakat sipil yang tak tau apa-apa menjadi korban utama dalam skenario besar Amerika ini. Bahkan pengamat politik pun melansir bahwa akan ada kemungkinan terjadinya perang saudara di Mesir. Perang antara front Anti Mursi semisal Front Pembela Nasional (NSF) dan kelompok Tamarod yang menyatakan bahwa kasus yang terjadi bukan kudeta melainkan perlawanan rakyat Mesir melawan pemimpin tiran, dengan pihak pro Mursi, Partai Kebebasan dan Keadilan. Sampai saat ini sudah banyak ratusan anggota Partai Kebebasan dan Keadilan yang ditangkap, bahkan tragedi ‘pembantaian’ Senin kemarin telah menewaskan sedikitnya 52 orang tewas dan ratusan orang luka-lukan. Ditambah lagi keberadaan oposisi terancam pecah dengan ditunjuknya tokoh liberal dan sekuler Mohamed el-Baradei menjadi Perdana Menteri Mesir yang mendapat penolakan dari faksi Islam terbesar kedua di Mesir. Partai Islam an-Nour menegaskan penunjukkan itu tidak sesuai dengan rule map bersama antara sesama oposisi.
Jika sudah terjadi seperti ini, patut kita pertanyakan kepada para pengusung demokrasi, kemanakah HAM yang selama ini didewakan? Masih teringat dengan kasus Bom Boston dengan segudang keganjalannya yang hanya menewaskan segelintir orang saja. Bagaimana reaksi dunia? Semua mengecam pelaku yang diduga adalah ‘teroris islam’. Lantas bagaimana dengan puluhan rakyat Mesir yang dibantai bagitu saja tanpa sebab dengan pelaku pembantaian yang jelas terlihat? Apakah demokrasi dan HAM hanya berlaku untuk barat dan tidak berlaku untuk muslim? Sungguh tidak adilnya hidup ini. Dimanakah keadilan yang selama ini demokrasi janjikan? Omong kosong, itu semua hanya konsep emas belaka, tapi sama sekali utopis dan tak mampu direalisasikan.
Perlu kita sadari bahwa sedemokratis apa pemilihan presiden terjadi, tidak hanya Mursi tapi presiden siapa pun itu, jika kekuatan besar di negara tersebut, dalam hal Mesir adalah militer, masih pro dan bahkan menjadi boneka dan antek Amerika, tidak akan mampu membelenggu riak-riak pemberontakan. Tidak akan selesai menuai permasalahan. Begitu pula seberapa besar pendukung presiden tepilih dari proses demokrasi, ketika pendukung itu tidak memiliki satu arah pandang, satu metode perubahan yang sama, satu misi visi pergerakan yang sama dengan pihak terpilih, tidak akan mampu menjamin ketidak adanya permaslahan yang timbul dalam negara. Ketika mereka dihadapkan pada kenyataan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan, bukan hal yang tidak mungkin yang mulanya mendukung berubah haluan menjadi menolak, dan revormasi yang diinginkan pun gagal sudah.
Lantas bagaimanakah perubahan besar dan fundamental itu akan bisa terwujud? Kuncinya hanya dua, pertama, perlu adanya opini umum dan kesadaran umum yang satu antara seluruh elemen masyarakat dengan pemimpin. Kedua, perlu adanya dukungan penuh dari pemegang kekuatan di negara tersebut serta negara-negara tetangga terhadap pemimpin. Dan jelas kedua kunci utama perubahan itu tidak akan mampu terwujud dalam sistem demokrasi yang hanya memperhatikan banyaknya suara, tapi kunci tersebuta akan mampu terwujud dalam sistem islam yang berasaskan pada hukum Al-Qur’an dan As-sunnah yang tak sedikit pun terdapat kecacatan di dalamnya.

Wallohu’alam bi ashowab

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...