Kenaikan
BBM kini bukan hanya wacana. Sejak tanggal 22 Juni 2013, pemerintah secara
resmi telah menaikkan harga BBM dengan kenaikan kurang lebih 33% dari biaya
sebelumnya. Kurang lebih sepekan BBM dinaikan, namun dampak yang begitu besar
telah dirasakan seluruh rakyat Indonesia. Tak hanya biaya transfortasi yang
mengalami kenaikan harga, harga sembako pun berangsur-angsur melonjak tak mau
ketinggalan. Ditambah lagi dalam waktu dekat bulan Ramadhan akan tiba, dapat
dipastikan kenaikan harga di semua aspek melambung tinggi. Tak hanya itu,
peralihan tahun pelajaran di semua jenjang penididikan semakin mencekik rakyat.
Lantas benarkah rakyat miskin aman dari dampak kenaikan BBM hanya dengan
iming-iming kompensasi BBM dalam bentuk Bantuan Langsung Sementara Masyarakat
(BLSM), Bantuan Siswa Miskin (BSM), Beras Miskin (Raskin), serta segudang
program lainnya?
Analisis sederhana dari salah satu
ormas islam di Indonesia bisa sedikit menjawab pertanyaan di atas. Ormas
tersebut melakukan perhitungan sederhana yang mampu dicerna oleh semua kalangan
masyarakat. Jika kita asumsikan setiap kepala keluarga memiliki 4 orang
anggota, dengan dana BLSM Rp 150.000 perbulan, maka setiap anggota keluarga
tersebut mendapatkan subsidi Rp 37.500 perbulan atau Rp 1.250 perhari. Dengan
kenaikan BBM hingga 33%, menurut ketua Organisasi Angkutan Darat, Organda DKI,
Soedirman, paling tidak jasa angkutan umum harus menaikkan 35% dari tarif
biasanya. Jika misalnya tarif angkotan umum yang berlaku berkisar Rp 2.000,
maka tarif pasca kenaikan BBM menjadi Rp 2.500 – Rp 3.000. Dengan jumlah
subsidi tersebut, hanya mampu menutupi kurang lebih dua kali naik angkot. Lalu
bagaimana dengan biaya untuk menutupi kanikan lainnya? Jelas subsidi tersebut sangat-sangat tidak
cukup untuk menanggulangi dampak dari kenaikan BBM.
Bukan hanya itu, polemik kurang
tepatnya penerima BLSM tersebut menjadi perbincangan hangat setiap orang. Bukan
hanya masalah si ‘kaya’ dapat si ‘miskin’ tidak, tapi yang ‘mati’ dapat yang
‘hidup’ tidak pun terjadi di lapangan. Bagaimana mungkin semua itu bisa terjadi
setelah sebelumnya pemerintah melakukan program Bantuan Langsung Tunai (BLT)
yang tak jauh berbeda dengan BLSM? Dapat dicerna dengan logika-kah ketidak valid-an data pemerintah tersebut? Jelas
tidak. Seharusnya pemerintah memiliki data yang akurat tentang data penduduk
miskin di negaranya sendiri. Pun seharusnya pemerintah bisa banyak mengambil
pelajaran dari masalah-masalah yang terjadi pada program BLT sebelumnya.
Dari sana, jelaslah terlihat bahwa
BLSM adalah program asal-asalan pemerintah untuk meredam kemarahan masyarakat.
Bukan hanya meredam, tapi lebih tepatnya menyogok rakyatnya sendiri. Hemat
saya, ada kepentingan politik di balik program kompensasi kenaikan BBM ini.
Terlebih kasus-kasus yang belakangan terjadi pada kebanyakan kader partai
penguasa memberikan citra negatif bagi partai. Bahkan beberapa lembaga survey
nasional mengatakan kasus korupsi yang menimpa partai penguasa mengakibatkan
turun drastisnya pendukung partai tersebut, alhasil perlu strategi jitu untuk
mengembalikan suara rakyat di ‘pesta demokrasi’ tahun 2014 nanti. Salah satunya
dengan sogokan BLSM dan program lainnya.
Bukankah kenaikan BBM menuai banyak
penolakan? Jika demikian, berarti pemerintah di mata rakyat semakin buruk?
Memang banyak kebijakan kenaikan BBM ini mendapat banyak penolakan, tapi suara
siapa yang paling keras melakukan penolakan? Dari data BPS-RI, Susenas
2003-2012 yang dikutip oleh Badan Pusat Statistik dalam situsnya melansir bahwa
berdasarkan umur, pada tahun 2012 penduduk Indonesia yang mengenyam pendidikan
adalah 7-12 tahun 97.99% , 13-15 tahun 89.76%, 16-18 tahun 61.42%, dan 19-24
tahun 16.13%. Dari data tersebut jelaslah bahwa penduduk dengan taraf
pendidikan rendah lebih banyak dari pada penduduk yang mengenyam pendidikan di
atas rata-rata. Mayoritas mereka yang teguh dengan penolakannya adalah rakyat
yang mampu menempuh jenjang pendidikan di atas rata-rata, sedangkan rakyat
kecil yang notabene tingkat pendidikannya rendah dapat dialihkan kemarahannya
dengan BLSM dan sejenisnya yang terkesan pro rakyat.
Jadi subsidi BBM yang katanya
membebani rakyat dan juga tidak tepatnya sasaran subsidi tersebut merupakan alasan
klasik yang dibuat-buat pemerintah untuk membohongi rakyat dalam rangka
mencapai visi politik 2014. Karena pada faktanya, dari total APBN yang ada,
biaya belanja birokrasi menduduki nilai yang tidak kalah banyak dengan subsidi
BBM (Rp 193,8 triliun), bahkan melampauinya, yakni sebesar Rp 400,3 triliun.
Selain itu, porsi pembayaran cicilan pokok hutang ditambah bunganya juga sangat
besar, totalnya mencapai Rp 171,7 triliun. Padahal jika kita analisa lebih
lanjut, sasaran penikmat subsidi BBM lebih banyak ketimbang anggaran belanja
birokrasi serta pembayaran hutang Negara. Tapi ternyata, pemerintah lebih
mementingkan kepentingan sebagian kelompok tertentu saja dibandingkan dengan
kebutuhan semua rakyat Indonesia. Selama dia berkewarganegaraan Indonesia, kaya
ataupun miskin, dia tetap rakyat Indonesia, tidak boleh ada perbedaan perlakuan
dari pemberian fasilitas umum Negara.
Terlebih rakyat yang katanya ‘kaya’ pun sudah menyumbangkan hartanya dalam
bentuk pajak, sumber dana APBN. Mereka juga punya hak menikmati APBN yang ada,
termasuk dalam bentuk subsidi BBM.
Dari sedikit analisis diatas, jelaslah bahwa kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah sama sekali bukan untuk kepentingan seluruh rakyat, namun
untuk kepentingan elit
politik saja. Dan hal tersebut akan terus berlangsung jika tidak ada tindakan dan
tuntutan keras dari seluruh elemen masyarakat kepada pemerintah secara
langsung. Maka, sudah selayaknya lah kita kembali berpikir dan bersikap kritis
terhadap segala sesuatu yang diputuskan pemerintah, karena kebijakan tersebut
bukan hanya berdampak pada sebagian orang saja, tapi seluruh masyarakat
Indonesia. Bukan hanya berdampak pada satu generasi manusia saja, tapi mencakup
generasi kita di masa yang akan
datang. Sampai kapan kita akan melihat rakyat terhimpit
hidupnya? Jika jawabannya sampai detik ini saja, maka marilah kita bersama-sama
menyatukan suara untuk kebaikan Negara ini. Namun sesungguhnya kebaikan itu
hanya akan didapat dari aturan yang sempurna, aturan yang dibuat Sang Maha
Pencipta. Jadi, tidak ada solusi fundamental lain untuk menyelesaikan karut marut negeri kita ini kecuali hanya dengan mengganti
aturan yang ada dengan aturan milik sang Pencipta.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.