Jika kita menelusuri latar belakang
orang-orang sukses di dunia, maka tidak sedikit dari mereka yang dulu
kemampuannya diragukan orang. Sebut saja Einstein. Tak disangka, ternyata
semasa kecil bapak Fisika modern ini memiliki kesulitan dalam mengeja dan
menulis, atau biasa dikenal dengan penyakit dyslexia.
Alexander Graham Bell (penemu telepon)
dan Walt Disney (bapak animasi dunia) memiliki learning disability. Thomas
Alfa Edison penemu lampu pijar dan James Watt sang master mesin uap pun semasa kecilnya harus
belajar di rumah bersama ibunya karena memiliki kemampuan lemah dalam belajar.
Bahkan Edison sempat terancam tuli akibat kecelakaan yang menimpanya.
Kesemuanya itu adalah beberapa contoh tokoh yang kemampuannya diragukan orang
namun kini menjadi tokoh terkemuka di seantero dunia.
Melihat gambaran di atas, ternyata
perbedaan fisik dalam diri seseorang tidak menjadi sebab seseorang mengalami
kegagalan permanen. Terkadang malah sering kali kita melihat orang dengan
kesempurnaan fisik justru mengalami keterpurukan yang teramat dalam. Hal ini
dikarenakan sukses atau tidaknya seseorang bukan disebabkan oleh sempurna atau
tidaknya fisik seseorang, tetapi kemauan, kesungguhan dan kreatifitas setiap
orang lah yang menjadi pembeda si ‘sukses’
dan si ‘gagal’.
Seseorang yang memiliki fisik
berbeda dengan orang pada umumnya sering disebut orang sebagai penyandang cacat.
Namun dewasa ini istilah ‘penyandang cacat’ sudah mulai tergantikan dengan
istilah difable/difabel. Difabel (Different Ability) adalah seseorang yang
keadaan fisik atau sistem biologisnya berbeda dengan orang lain pada umumnya. Difabel
terbagi menjadi dua, ada difabel permanen (sejak lahir), misalnya orang yang
sejak lahir tidak memiliki jari tangan yang sempurna, dan ada pula difabel
nonpermanen (terjadi akibat mengalami kecelakaan atau peristiwa tertentu),
misalnya orang yang kehilangan kedua kakinya akibat kecelakaan lalu lintas.
Istilah
difabel merupakan makna halus dari istilah ‘penyandang cacat’. Dan agaknya
memang difabel lebih tepat digunakan dibandingkan dengan istilah ‘penyandang
cacat’. Hal ini dikarenakan setiap manusia sejatinya memiliki derajat yang sama
di mata Allah, yang membedakan hanyalah ketakwaannya. Jika istilah ‘penyandang
cacat’ digunakan, maka dengan kata lain orang telah mendiskriminasikan atau
membedakan orang berdasarkan fisik semata, padahal sejatinya fisik seseorang
itu adalah pemberian mutlak dari Allah. Apakah ada ceritanya ketika seorang
bayi hendak dilahirkan ke dunia kemudian Allah memberi pilihan ingin berambut
kriting atau lurus? Ingin berkulit putih atau hitam? Tidak, karena fisik atau
sistem biologis seseorang merupakan Qada
atau ketetapan dari Allah. Maka sungguh tidak adil jika derajat manusia ditilai
dari fisik semata.
Selain
Einstein dan tokoh-tokoh lain di atas, ada juga tokoh difabel yang
menginsfirasi di jaman kekinian. Indonesia memiliki seorang penulis dan sastrawati
dari Malang yang sejak berumur 10 tahun harus kehilangan kemampuan berjalan.
Sepanjang hidupnya dia telah mampu menghasilkan karya 400 cerpen dan novel. Dia
adalah Ratna Indraswari Ibrahim. Ada
juga seorang difabel pianis. M Ade Irawan seorang siswa SMA yang tuna netra ini
pandai bermain piano. Kepandaian dan minat besarnya ini sampai menarik
perhatian musisi jazz Indonesia seperti Idang Rasjidi, Indra
Lesmana, Bubi Chen hingga bos Museum Rekor Indonesia (MURI) Jaya Suprana. Putri
Herlina, “Sang Putri tanpa Tangan” beberapa bulan yang lalu sempat membuat
geger media di Indonesia. Pernikahannya dengan putra dari mantan deputi
gubernur Bank Indonesia itu membuat semua mata berlinangan air mata. Putri tak
pernah mengeluh walau sejak lahir dia tak memiliki tangan sempurna. Tapi
ternyata keterbatasannya itu tak membuat aktifitasnnya terhambat. Dia mampu
seperti wanita pada umumnya. Makan, sekolah, mengetik di komputer, mengurus
bayi, dan lain-lain.
Menjadi difabel bukan berarti tidak mampu mencapai kesuksesan. Siapa pun
orangnya, baik difabel maupun tidak, selama dalam dirinya memiliki motivasi,
kemauan, kesungguhan, dan kreatifitas maka dia akan mampu mencapai kesuksesan.
Memiliki motivasi bukan berarti harus selalu mengikuti acara mega training,
mendangar sang motivator di depan mata. Dengan memiliki tujuan hidup yang jelas
saja, maka itu sudah cukup untuk memotivasi hidup kita. Memiliki kemauan
berarti dia memiliki keinginan yang jelas untuk mencapai tujuan hdupnya.
Memiliki kesungguhan, berarti dia siap mengambil resiko dan berkorban besar
untuk merealisasikan tujuan hidupnya. Menjadi kreatif berarti dia mempu
mengenal siap dirinya, dimana dia hidup, kesempatan apa yang ada di depan
matanya dan dia mampu melihat sesuatu yang orang lain tak mampu lihat.
Melihat orang-orang difabel namun masih tetap bisa berkarya seharusnya
menjadi tamparan keras untuk kita. Mereka yang fisiknya berbeda dengan kita
saja bisa berkarya dan bermanfaat untuk orang lain. Apalagi kita yang secara
fisik terlahir lebih baik dari mereka, kita semestinya bisa lebih bersyukur dan
sama-sama mencapai kesuksesan. Jadi, mulai hari ini mari kita benahi diri kita,
melihat ke atas bukan untuk menjadikan kita rendah diri, justru harus membuat
kita semakin termotivasi. Ingat, kesuksesan itu milik setiap orang. Oleh karena
itu ambil buku dan pena kita dari sekarang, lalu susunlah kesuksesan itu dari
sekarang. Kuncinya motivasi, kemauan, kesungguhan dan kreatif.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.