Sumber: Google |
Rupiah
kian kehilangan identitasnya. Kurs Rupiah/US$ pada tanggal 7 September merosot
94 poin menjadi Rp 14.266 per Dolar AS. Tidak hanya Rupiah, mata uang Asia
seperti Rupee India, Ringgit Malaysia dan Peso Filipina pun melemah dengan
tingkat pelemahan yang bervariasi. Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah
terhadap melemahnya Rupiah adalah pemerintah akan memberikan fasilitas keringanan pembayaran pajak (tax
allowance) bagi perusahaan yang menginvestasikan kembali dividennya di
Indonesia, menciptakan lapangan kerja, berorientasi ekspor, tingkat kandungan
lokalnya tinggi, serta melakukan riset dan pengembangan. Pemerintah
merestrukturisasi dan merevitalisasi industri reasuransi domestik dengan
menggabungkan dua perusahaan reasuransi milik negara menjadi sebuah perusahaan
reasuransi nasional. Sayangnya meski pemerintah telah berupaya memberikan
‘solusi’, dampak negatif bagi Indonesia tidak
mampu terbendung. Setidaknya ada empat dampak atas melemahnya rupiah terhadap
dolar.
Pertama,
daya beli masyarakat semakin menurun. Kementrian Perdagangan
mendata ada 1.151 item barang impor yang biasa dikonsumsi masyarakat Indonesia.
Hal ini mengakibatkan harga barang-barang impor menjadi lenih mahal. Barang-barang
tersebut seperti pangan dan barang-barang elektronik.
Kedua, total hutang pemerintah semakin membengkak. Total utang pemerintah
pada Mei 2015 naik dari Rp 64 triliun dibanding periode April 2015, maka total
utang Indonesia berjumlah Rp 2.845,25 triliun pada periode Mei 2015.
Ketiga,
investor berpaling dari Indonesia. Kepercayaan terhadap Indonesia
semakin merosot dengan kondisi perekonomian Indonesia yang tidak menentu. Ekonom
Senior CSIS, Pande Raja Silahi mengatakan menurunnya kepercayaan masyarakat dan
investor diakibatkan adanya sinyal ketidakkonsistenan pemerintah, karena
ekonomi sedang melambat tapi masih memasang target yang tinggi. Di lain pihak,
realisasi pembangunan infrastruktur berjalan sangat lambat. Sedangkan majunya
infrastruktur negara menjadi salah satu faktor penting yang bisa mengundang
banyak investor ke dalam negeri. Memang dalam sistem demokrasi, pertumbuhan
ekonomi akan sangat bergantung pada banyak atau sedikitnya investor. Alhasil
ketika rupiah rendah, banyak investor gulung tikar, maka perekonomian Indonesia
akan menurun.
Keempat,
efek domino terhadap tatanan sosial masyarakat. Poin sebelumnya
menjelaskan ketika harga rupiah rendah, maka banyak perusahaan-perusahaan yang
gulung tikar. Ini akan memungkinkan banyak perusahaan yang mem-PHK para
pekerjanya. Alhasil, beban masyarakat semakin meningkat sedangkan penghasilan
semakin berkurang. Angka pengangguran semakin tinggi, tingkat depresi semakin
besar, bahkan bisa sampai menyebabkan angka kematian yang tinggi akibat kasus
bunuh diri yang membengkak.
Semua
itu mengindiksikan bahwa Rupiah tidak berdaya di mata dunia. Bahkan Rupiah
cenderung terus disetir oleh Dolar AS. Kondisi ini akan terus berlangsung jika
Indonesia tidak mampu memberikan solusi fundamental terhadap akar permasalahan
terus tertekannya nilai Rupiah. Akar permasalahan tersebut antara lain:
Pertama, Indonesia tidak memiliki visi menjadi Negara industri yang
tangguh. Ini dapat dilihat dari obsesi Indonesia untuk banyak mengekspor barang
tanpa memperhatikan kualitas. Pemerintah seringkali serampangan mengekspor
bahan mentah SDA Indonesia, kemudian Asing kembali mengekspor komoditas olahan
lain yang pada dasarnya bahan bakunya berasal dari Indonesia.
Kedua, Indonesia lebih berpikir kapitalis dengan mendukung para pemilik
modal dibandingkan dengan memperhatikan nasib rakyat. Ini ditunjukkan dengan
kebijakkan menaikan suku bunga sangat terasa oleh kaum kapitalis.
Terakhir,
rupiah termasuk dalam sistem uang kertas (flat money) yang
tidak dijamin oleh emas dan perak. Sehingga nilai uang intrinsiknya berbeda
dengan nilai yang beredar di pasaran.
Solusi
mengakar untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menghilangkan praktik riba, legalisasi Perseroan Terbatas dan
turunannya seperti saham dan pasar modal serta mata uang kertas tanpa jaminan
komoditas berharga seperti emas dan perak. Tentu hal ini hanya akan bisa
tercapai jika Indonesia menerapkan sistem yang berbasis syari’ah islam. Selain itu,
negara berbasis syari’at islam berkewajiban untuk menjadi negara industri yang
kuat agar tidak dapat dikuasai dan didikte oleh negara lain atau otoritas
lainnya. Adapun riba yang merupakan biang
bencana dalam sistem ekonomi kapitalis dan sistem lainnya telah
diharamkan oleh Islam secara mutlak, berapa pun persentasenya dan apapun
istilahnya. Oleh karena itu, hanya islamlah yang mampu menolong perekonomian
Indonesia.
Wallohu’alam
bi ashowab..[]
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.