Suatu hari ketika kunjungan ke Puspiptek, ada sebuah kejadian yang patut direnungkan. Seorang senior ditingkat akhir meninjau sebuah alat (SANS) yang ingin dia pakai untuk tugas akhirnya. Namun sayang, ketika melihat alatnya langsung di kawasan BATAN, ternyata alat yang luar biasa besar ini sedang dalam masa perbaikan. Butuh waktu delapan bulan untuk menunggu perbaikan (di LN) dan belum ditambah instalasi ulang di BATAN kembali.
Jika saya berada pada posisinya, tentu saya akan merasa sangat kecewa. Naluri saya yang berkeinginan sebagai ilmuan dan fisikawan akan merasa merana. Namun ada yang sedikit tak saya terima kala itu. Sang dosen yang juga ikut berkunjung kesana lebih memilih mundur ketika mengetahui bahwa sistem penelitian yang ada di BATAN berbeda dengan sistem kerja penelitian yang lainnya (maksudnya masih di wilayah Puspiptek). Jika ditempat lainnya seorang yang berkepentingan (dosen, mahasiswa atau siapa pun) yang ingin melakukan penelitian bisa menitipkan kerjaannya ke pegawai yang ada disana, dalamartian pemilik proyek tidak memantau seutuhnya jalannya penelitian, yang penting adalah data yang didapatkan ada. Sedangkan di BATAN, siapapun orangnya, pegawai, dosen ataupun mahasiswa yang ingin melakukan penelitian ya harus murni meneliti atas kerjanya sendiri secara total. Ilmuan sejati.
Secara selintas saya dapat menyimpulkan dan menilai apa sih motivasi penelitian yang dosen itu lakukan. Tidak lain dan tidak bukan hanya sekedar pemenuhan tugas (skripsi, tesis, atau disertasi) tidak murni seutuhnya meneliti demi kemajuan kehidupan. Mengecewakan sekali, hal tersebut jauh dari yang saya harapkan.
Menjadi seorang ilmuan merupakan hal yang menyenangkan di benak saya. Bisa dibayangkan, betapa besar motivasi yang seharusnya muslim dapatkan dari islam. Betapa banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menyebutkan tentang keilmuan. Dan terlepas dari itu, seorang ilmuan merpakan pahlawan zaman. Tanpa ilmuan dunia tak akan terang (Thomas Alfa Edison: Lampu Pijar), tanpa ilmuan dunia tak ada komunikasi (Graham Bell : Telepon), tanpa ilmuan kita akan rumit dalam berhitung (Alkhoarizmi : Penemu angka nol), dan lain-lain. Maka dari itu seorang ilmuan sangatlah penting. Namun, yang harus diingat kembali oleh kita adalah motivasinya. Motivasi menjadi seorang ilmuan dalam islam tentu berbeda dengan motivasi orang selian islam. Jika saat ini penelitian dilakukan untuk mengatasi suatu permsalahan yang ada, namun dalam islam penelitian dilakukan semata-mata karena berharap keridhaan Allah, tidak mesti ada masalah dulu.
Saya selalu ingat sebuah hadits yang selalu bapak saya ingatkan sejak kecil, kalo dalam bahasa Sunda dikenal "Tuntut elmu timimiti di ais nepi ka di pais" artinya tuntutlah ilmu dari pertama kali kita disapih sampai kita dikafni. Itulah motivasi kaum muslimin dahulu, motivasinya tidak lain adalah karena pentingnya menuntut ilmu dalam islam. Bahkan Allah pun menjanjikan akan menaikkan derajat orang-orang yang berilmu. Dengan motivasi itu tidaklah heran muncul ilmuan-ilmuan yang multitalenta, tidak hanya ahli dalam satu bidang saja. So, bagi para muslimah yang berminat jadi ilmuan, yuk kita optimalkan, agar islam kembali jaya.. :)
Saya selalu ingat sebuah hadits yang selalu bapak saya ingatkan sejak kecil, kalo dalam bahasa Sunda dikenal "Tuntut elmu timimiti di ais nepi ka di pais" artinya tuntutlah ilmu dari pertama kali kita disapih sampai kita dikafni. Itulah motivasi kaum muslimin dahulu, motivasinya tidak lain adalah karena pentingnya menuntut ilmu dalam islam. Bahkan Allah pun menjanjikan akan menaikkan derajat orang-orang yang berilmu. Dengan motivasi itu tidaklah heran muncul ilmuan-ilmuan yang multitalenta, tidak hanya ahli dalam satu bidang saja. So, bagi para muslimah yang berminat jadi ilmuan, yuk kita optimalkan, agar islam kembali jaya.. :)
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.