Layaknya seorang anak kecil yang
mudah bertengkar dan kemudian berbaikan kembali, itulah kiranya hubungan antara
Indonesia dan Australia. Wajar saja jika
antara keduanya telah lama menjalin hubungan diplomatis, karena secara
geografis Australia adalah negara tetangga yang berada di sebelah selatan
Indonesia, dan bagi Australia, Indonesia adalah negara tetangga terdekat.
Sepanjang sejarah, kedua negara ini memiliki
hubungan yang panjang dan fluktuatif. Tak
jarang keduanya pun terlibat konflik yang cukup sengit. Ketika terjadinya
konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia, Australia turut campur dengan
berpihak kepada Malaysia. Militer Australia yang ketika itu mendukung Malaysia,
terlibat pertempuran dengan militer Indonesia di Borneo (Kalimantan). Muncul
anggapan pula bahwa Australia turut campur atas kejadian pemisahan Timor Timur
(sekarang Timor Leste) dari Indonesia pada 1999. Pernah pula sebagian kongres
Australia membiarkan masuknya gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) ke wilayah Australia.
Kini hubungan Indonesia-Australia semakin memanas. Harian
Inggris The Guardian dan harian
Australia, Sydney Morning Herald
Senin (18/11) menulis soal praktik Badan Intelijen Australia yang menyadap
komunikasi pribadi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan beberapa pejabat Indonesia lainnya
termasuk Ibu Negara Ani Yudhoyono. Aksi penyadapan intelijen Australia terhadap
Presiden SBY disebut terkait dengan peristiwa pengeboman Hotel JW Marriot pada
17 Juli 2009. Aksi penyadapan Australia terhadap SBY diketahui berlangsung
selama 15 hari pada Agustus 2009. Hal ini mengindikasikan ketidak percayaan
pemerintah Australia terhadap pemerintah Indonesia. Bahkan pengamat terorisme
Australia, Greg Barton, seperti dikutip ABC, Senin (18/11)
mengatakan timbul pertanyaan ketika JW Marriot dihantam bom untuk kedua
kalinya. Apakah ini ulah Noordin Top atau bagian dari sebuah rencana yang lebih
besar.
Tindakan Australia agaknya tak sejalan dengan
ucapannya. PM Australia, Tony Abbott mengatakan Indonesia adalah salah satu
teman terbaik yang dimiliki Australia. Namun, tindakan penyadapan ini ternyata
menjadi bukti nyata bahwa ada ketidakpercayaan Australia terhadap “teman
terbaiknya”. Meskipun memang Greg Barton mengatakan “intelijen Australia mungkin merasa ada
petunjuk-petunjuk yang disembunyikan pihak Indonesia. Meskipun kami percaya
Indonesia, bukan berarti kami mempercayai kemampuan Indonesia mengungkap kasus
terorisme. Kami ingin melihat bukti-buktinya secara langsung”. Ini menunjukkan
bahwa ada keraguan Australia terhadap kinerja Indonesia. Jika memang “teman
terbaik”, seharusnya bukan malah menguntit, tapi menjalin kerja sama yang lebih
baik untuk mengungkap terorisme yang ada.
Dari fakta-fakta diatas kita bisa melihat Australia
tak pernah bersikap sebagai teman. Ibarat kata, dalam perpolitikan itu tidak
ada kata teman atau musuh abadi, namun yang ada hanyalah kepentingan abadi.
Itulah yang sedang dipraktikan Australia. Indonesia bukanlah teman terbaiknya,
hanya saja Indonesia memiliki sesuatu yang Australia inginkan. Ketika mereka
baik, bukan berarti mereka teman baik, tapi itu menunjukkan ada satu
kepentingan yang mereka inginkan. Jadi, sebagai apakah posisi Australia, kawan
atau lawan? Semoga kita bisa semakin cermat dalam melihat fakta, mengaitkan
antar satu kejadian dengan kejadian yang lain. Sehingga kita bisa mengambil
langkah dan sikap yang tepat dalam menghadapi permasalahan bangsa kita.
Wallohu’alam bi ashowab..
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.