Download Materi Kajian Islami

Friday, 17 January 2014

Sinergisasi IQ, EQ, dan SQ dalam Pendidikan Indonesia



            Siapa yang tidak mengenal Albert Einstein, dia adalah fisikawan Jerman yang disebut-sebut memiliki IQ lebih dari 160. Tidak mau kalah dengan Jerman, Indonesia pun memiliki B.J. Habiebie, yang memiliki IQ yang tergolong jenius. Tidak heran banyak orang tua yang menginginkan keturunannya ber-IQ tinggi seperti beliau. Demi mencapai impiannya itu, orang tua merelakan apa pun yang ia miliki untuk menyekolahkan anaknya.
            Namun, dewasa ini orang semakin dibuat bingung. Banyak orang yang katanya ‘pintar’ tapi ternyata menggunakan kecerdasannya untuk menipu orang, korupsi, membobol bank, dan banyak lagi. Ditambah lagi, banyak contoh kehidupan sukses orang-orang terkenal tanpa mengenyam atau menyelesaikan bangku sekolah. Sebut saja Steve Jobs dan Bill Gates, keduanya memilih untuk keluar dan dikeluarkan dari Harvard University dan sekarang menjadi orang terkaya di dunia.
            Lantas apa yang harus orang tua lakukan? Disekolahkan tapi menjadi pengkhianat rakyat, atau tidak disekolahkan tapi jadi jutawan? Tidak ada pilihan yang benar, yang benar adalah bagaimana caranya agar seorang anak bisa sekolah tinggi, tapi setelah selesai sekolah dia mampu berguna dan bermanfaat bagi semua orang. Kunci semua itu adalah dengan mensinergikan antara IQ, EQ dan SQ.
Kecerdasan intelektual (IQ) adalah kemampuan intelektual, analisa, logika dan rasio. Ia merupakan kecerdasan untuk menerima, menyimpan dan mengolah infomasi menjadi fakta. [1] Misalnya kemampuan seseorang dalam memenangkan kejuaraan olimpiade Fisika internasional ataupun kejuaraan memanah internasional, maka itu merupakan manifestasi dari IQ seseorang. Kecerdasan emosional (EQ) merupakan serangkaian kemampuan mengontrol dan menggunakan emosi, serta mengendalikan diri, semangat, motivasi, empati, kecakapan sosial, kerja sama, dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.[2] Contoh kasus ketika seseorang mampu melawan rasa marah dalam dirinya. Sedangkan Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang berperan sebagai landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif. [2] SQ berhubungan dengan keagamaan seseorang dan bagaimana dia memaknai hidup. Maka dengan SQ kaum cerdas tidak akan memanfaatkan kecerdasannya untuk kepentingan pribadi yang cenderung merugikan orang.
Tentu perlu peran dan kerjasama yang baik antara pendidikan di sekolah dengan pendidikan orang tua di rumah, bahkan pun dengan pendidikan masyarakat di lingkungan tempatnya bernaung. Namun, sekolah dalam hal ini memiliki peranan teramat banyak dalam membentuk IQ, EQ dan SQ seorang anak, karena hampir separuh waktu efektif yang mereka miliki dilakukan di sekolah. Maka, perlu adanya perbaikan kurikulum pendidikan di Indonesia yang sejak dulu hanya mengandalkan IQ semata. Sudah selayaknya kini mempertimbangkan EQ dan SQ dengan proforsi yang tepat, seimbang, tidak timpang.
Hubungan ketiganya (IQ, EQ, SQ) dapat dikatakan saling membutuhkan dan melengkapi . Namun kalau akan dibedakan , maka SQ merupakan "Prima Causa " dari IQ dan EQ. SQ mengajarkan interaksi manusia dengan al-Khalik , sementara IQ dan EQ mengajarkan interaksi manusia dengan dirinya dan alam di sekitarnya. Tanpa ketiganya bekerja proporsional, maka manusia tidak akan dapat menggapai statusnya sebagai "Khalifah" di muka bumi.[3]
[1]  A. Winarno dan Tri Saksono, Kecerdasan Emosional, Jakarta, LAN, 2001, hal. 4.
[2] Ifa Hanifah Misbach, Antara IQ, EQ, dan SQ, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, 2008, hal. 4.
[3] Hj. Husnaini A. Keseimbangan IQ, EQ, dan SQ dalam Persfektif Islam.


Essai ini telah diikutsertakan dalam selesksi beasiswa Data Print

1 comment:

  1. Menurut teori Howard Gardner, kecerdasan seseorang dikelompokkan menjadi delapan buah. SQ dan EQ kalau dilihat dari tujuan dikonsepkannya, masuk ke dalam kategori kecerdasan interpersonal dan intrapersonal seseorang.. tidak ada tes psikologi untuk mengukur SQ dan EQ, walaupun banyak keberatan tentang tes IQ.. konsep SQ dan EQ muncul karena kecemburuan terhadap orang-orang yang ber-IQ tinggi, sekali lagi, validasi tes IQ pun masih diragukan. Jadi, tidak perlulah memikirkan berapa besar IQ kita, SQ atau EQ (Einstein dan Habibie pun sepertinya tidak pernah memikirkan/sadar tentang IQ-nya; Imam Al-Bukhari pun bahkan tidak tahu konsep SQ dan EQ yang dibuat manusia zaman sekarang ini), yang terpenting adalah bagaimana agar kita terus memperkuat keimanan-ketakwaan, terus memperbaiki diri, terus belajar dan terus berusaha tanpa mementingkan IQ, SQ dan/atau EQ.. Wallahu A'lam..

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...