Kesehatan
adalah salah satu hal yang penting di dalam kehidupan manusia. Betapa tidak,
sehat adalah kunci dari semua impian manusia. Percuma seseorang memiliki uang
yang banyak, tapi ia tidak dapat seenaknya memakan apa yang ia mau karena
penyakit yang dideritanya. Percuma ia memiliki cita-cita setinggi langit, jika
untuk sekedar berjalan saja ia sulit akibat penyakit yang dirasanya. Karena
pentingnya hidup sehat, orang beramai-ramai mengasuransikan kesehatannya. Tidak
hanya individu-individu saja, bahkan skala negara pun kini berlomba untuk
mengasuransikan kesehatan warganya. Sebut saja Amerika sebagai pencetus
asuransi kesehatan masal itu. Terhitung
mulai tanggal 1 Januari 2014 negeri Paman Sam itu mewajiban setiap warga negara
Amerika untuk tergabung dalam program yang disebut “Obamacare”.
Obamacare adalah Undang Undang Layanan Kesehatan
yang lolos di Kongres Amerika dan ditandatangani oleh Presiden Obama tahun 2010
dan dikukuhkan oleh Mahkamah Agung AS tahun 2012. Resminya bernama The Patient
Protection and Affordable Care Act of 2010 (ACA atau Undang Undang Perlindungan
Pasien dan Layanan Kesehatan yang terjangkau). Yang terpenting dari Obamacare
adalah jika setiap warga tidak memiliki jaminan kesehatan,maka dia kena denda
saat membayar pajak tahunan dengan IRS di tahun 2015.
Senada dengan Amerika, terhitung mulai tanggal 1
Januari 2014 Indonesia pun menetapkan pelaksanaan asuransi kesehatan nasional
bagi seluruh rakyat Indonesia dengan istilah JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). JKN
ini adalah amanat dari UU No. 40 thn. 2004 tentang SJSN dan UU No. 24 thn. 2011
tentang BPJS. Pasalnya, adanya JKN ini merupakan aplikasi dari Deklarasi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia yang isinya kurang lebih mengenai hak tingkat
hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya adalah
hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa-bangsa di dunia, termasuk
Indonesia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai
untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas
pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang
diperlukan dan berhak atas jaminan
pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia
lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada
di luar kekuasaannya.
Secara bahasa, definisi hak dalam kamus besar bahasa
Indonesia adalah “kekuasaan yang benar
atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu”. Dalam hal “berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan”, ini
berarti setiap warga memiliki kewenangan untuk menuntut hidup sehat. Adapun
definisi jaminan adalah tanggungan, berarti jika ada statemen “pemerintah menjamin kesehatan warganya” sama artinya
dengan “pemerintah menanggung kesehatan warganya”, berarti setiap warga berhak
mendapatkan kesehatan secara cuma-cuma dari pemerintah. Namun ternyata definisi
ideal ini tidak sesuai dengan kenyataanya. UU SJSN Pasal 19 ayat 1 menegaskan,
“Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi
sosial dan prinsip ekuitas”. Prinsip asuransi sosial sebagaimana dalam
Pasal 1 ayat 3, “adalah mekanisme pengumpulan dana bersifat wajib yang
berasal dari iuran guna memberikan perlindungan atas risiko sosial ekonomi yang
menimpa peserta dan/atau anggota keluarganya”. Adapun yang dimaksud dengan
prinsip ekuitas adalah tiap peserta yang membayar iuran akan mendapat pelayanan
kesehatan sebanding dengan iuran yang dibayarkan. Jadi, secara sederhana JKN
adalah jaminan kesehatan yang berdiri atas dasar asuransi sosial. Masyarakat
tidak diberikan layanan kesehatan secara cuma-cuma dari pemerintah, namun
mereka harus membayarnya secara paksa, baik kelak dia akan sakit ataupun tidak.
Memang bagi golongan
pertama dari peserta KJS ini -disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI)-, yaitu meliputi orang yang tergolong fakir miskin dan
orang tidak mampu, iuran akan dibayar
oleh pemerintah yang disebut dengan hak sosial rakyat. Tapi hak itu tidak
langsung diberikan kepada rakyat, namun dibayarkan kepada pihak ketiga (BPJS)
dari uang rakyat yang dipungut melalui pajak. Jadi realitanya, rakyat
diwajibkan membiayai layanan kesehatan diri mereka dan sesama rakyat lainnya
bukan dari pemerintah.
Pemerintah berdalih asuransi kesehatan mengurangi
risiko masyarakat menanggung biaya kesehatan dari kantong sendiri out of
pocket, dalam jumlah yang sulit diprediksi dan kadang-kadang memerlukan
biaya yang sangat besar. Secara sekilas mungkin pernyataan tersebut benar
adanya, namun jika kita telisik lebih jauh, pihak yang diuntungkan dari JKN ini
adalah pemerintah. Misalnya saja warga Indonesia yang tergolong peserta KJN ada
1 juta jiwa. Misal kita ambil besar iuran terendah per jiwa adalah Rp. 19.225
per bulan, berarti dalam setahun BPJS akan menghimpun uang sebesar Rp. 2,3
triliun, sedang dalam setahun tidak mungkin semua masyarakat merasakan sakit.
Kondisi ini berlanjut dengan hitungan tahun tanpa batas. Ditambah lagi adanya
peraturan yang mengatakan hilangnya status kepesertaan jika peserta tidak
membayar iuran. Ini layaknya sebuah perjudian, dan bahkan menjadi lahan judi
terbesar yang pernah ada. Orang akan diuntungkan jika ia mendapat keluhan
kesehatan saat awal-awal KJN diberlakukan, namun bagi orang yang tak pernah
sakit ia akan terus membayar iuran tanpa pengembalian uang iuran tersebut.
Itulah segelintir realitas tentang JKN. Sebuah
permainan para kapitalis yang hanya berorientasikan pada keuntungan. Sebagai
negara yang mayoritas penduduknya muslim, tentu kita tahu apa hukum dari sebuah
perjudian. Hukumnya mutlak haram,
artinya sama sekali tidak boleh dilakukan. Belum lagi jika kita hukumi dari
kewajiban negara untuk menjamin hak-hak rakyat tanpa memandang si kaya dan si
miskin, tentu JKN ini tidak pantas dikatakan sebagai bentuk kasih sayang ‘ibu
terhadap anaknya’, namun lebih kepada ‘pemerasan ibu terhadap anaknya’. Berbeda
dengan isalam, islam memandang kesehatan sebagai salah satu aspek kebutuhan
masyarakat yang akan dijamin oleh Negara. Artinya setiap warga, miskin atau
kaya, pejabat atau bukan, berhak mendapatkan kesehatan tanpa syarat apapun.
Dalam masalah pengobatan, pernah dihadiahkan kepada
Rasulullah saw. seorang dokter. Lalu Beliau menetapkannya sebagai dokter bagi
kaum Muslim. Kenyataan bahwa hadiah datang kepada Rasulullah saw., namun Beliau
tidak mengambil dan tidak memanfaatkannya untuk dirinya sendiri, tetapi
dijadikan sebagai milik kaum Muslim. Hal itu merupakan dalil bahwa pengobatan
(kesehatan) juga merupakan salah satu kemaslahatan kaum Muslim.
Di dalam daulah
islam yang dicontohkan Rasul dan Sahabatnya, terdapat struktur administratif
untuk meringankan kerja Kholifah (Pemimpin Daulah
Islam). Struktur administratif ini
terdiri dari departemen-departemen (Mashlahah), jawatan-jawatan (Dâ’irah), dan
unit-unit (Idârah). Mashlahah (Departemen) merupakan lembaga administratif
tertinggi untuk satu kemaslahatan di antara berbagai kemaslahatan negara
seperti kewarganegaraan, transportasi, pencetakan mata uang, pendidikan, kesehatan,
pertanian, ketenagakerjaan, jalan, dan sebagainya. Departemen itu mengurusi
manajemen departemen itu sendiri, jawatan-jawatan, dan unit-unit yang ada di
bawahnya. Jawatan (Dâ’irah) mengurusi manajemen jawatan itu sendiri dan
unit-unit di bawahnya. Adapun unit (Idârah) mengurusi urusan-urusan unit itu
sendiri dan cabang serta bagian yang ada di bawahnya.
Departemen-departemen, jawatan-jawatan, dan
unit-unit tersebut didirikan tidak lain hanya untuk menjalankan berbagai urusan
negara dan untuk memenuhi berbagai kepentingan masyarakat. Untuk menjaga
jalannya departemen-departemen, jawatan-jawatan, dan unit-unit harus diangkat
para penanggung jawab untuk masing-masing departemen, jawatan, dan unit tersebut.
Karena itu, untuk setiap departemen diangkat seorang direktur jenderal yang
secara langsung mengurusi manajemen urusan-urusan departemennya. Ia juga
bertugas mengontrol semua jawatan dan unit yang ada di bawahnya. Untuk setiap
jawatan dan setiap unit diangkat seorang direktur yang bertanggung jawab secara
langsung atas jawatan dan unit yang dikepalainya serta cabang dan bagian yang
ada di bawahnya.
Dengan demikian jelaslah terlihat bagaimana
keseriusan daulah islam dalam
mengurusi masyarakatnya, bukan justru menjadikan masyarakat sebagai alat
kekuasaannya untuk memperoleh keuntungan. Pemerintah adalah pelayan umat, bukan
yang dilayani umat seperti yang terjadi saat ini. Dan tentunya orang yang
menjadi pengurus Negara bukanlah orang yang sembarangan. Mereka adalah para
pengabdi umat yang bertanggung jawab, adil, amanah serta sangat mengetahui
konsekuensi atas amanahnya. Yang selalu mereka ingat adalah sekecil apapun yang
terjadi Allah akan menghisabnya. Maka tidaklah mungkin adanya penyelewengan
dana (korupsi) serta sikap-sikap lain yang akan merugikan umat. Jadi, mau
sampai kapan lagi kita meragukan kesempurnaan Islam dalam bingkai daulah islam?
Wallohu’alam bi ashowab
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.