Setelah kenaikan
harga telur, lalu isu kenaikan harga mie, sekarang ditambah lagi dengan
kenaikan harga BBM. Ibarat kata pepatah, habis terjatuh tertiban tangga pula. Begitulah
kira-kira apa yang dirasakana mayoritas rakyat saat ini. Kenaikan BBM tersebut
digadang-gadang karena harga minyak mentah dunia saat ini sedang naik. Namun
pertanyaannya, ketika harga minyak mentah dunia turun, apakah terjadi penurunan
harga BBM pula? Jawabannya tidak.
Lalu dikatakan pula, alasan kenaikan BBM dengan cara penghapusan subsidi tersebut karena adanya ketidak tepatan sasaran penggunaan BBM subsidi, yang seharusnya dinikmati oleh rakyat miskin, tapi malah dinikmati oleh kalangan yang mampu. Benarkah demikian?
Standar Kemiskinan yang Kacau
Indonesia
dengan jumlah penduduk sekitar 274 juta ini, 26 juta diantaranya masih
terkategori rakyat miskin. Memang secara persentasi tidak sampai 10% dari total
seluruh penduduk Indonesia, namun kita harus melihat standar apa yang
ditetapkan pemerintah sehingga dikatakan sebagai orang miskin. Ternyata ambang
batas garis kemiskinan pada Maret 2022 hanya Rp505.469 per kapita per bulan. Bisa
dibayangkan, dengan kondisi saat ini yang segalanya serba mahal, Pendidikan,
Kesehatan, Sandang, Papan dan Pangan pun kian mahal, angka Rp505.469 per kapita
per bulan jauh dari kata layak sebagai standar kemiskinan. Gaji minimal UMR
saja masih banyak rakyat yang hidup serba kesulitan, apalagi hanya Rp505.469.
Tentu
tidak tepat jika dikatakan penikmat BBM bersubsidi tidak tepat sasaran, karena
standar kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah pun jauh dari kata layak.
Dan seandainya benarpun banyak penggunanya adalah orang yang mampu, seharusnya
tidak masalah. Karena mereka yang kaya membayar pajak yang ditetapkan
pemerintah. Seharusnya mereka pun berhak mendapatkan fasilitas berupa murahnya
BBM. Adapun mindset yang mengatakan bahwa pemerintah terlalu memanjakan
orang-orang kaya dengan memberikan subsidi BBM, itupun mindset yang
keliru. Seharunya pemerintah bangga jika mampu memberikan harga murah bagi
seluruh rakyatnya, tanpa pandang bulu. Karena seluruh rakyat ibarat seorang
anak. Tidak ada hitung-hitungan untung rugi, bahkan senantiasa berusaha
memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Siapa pun itu, miskin atau kaya.
Sejatinya,
ada atau tidaknya kenaikan harga minyak mentah dunia, pemerintah pasti akan
menaikan harga BBM. Kenaikan harga minyak mentah dunia hanya dijadikan momentum
dan kambing hitam saja. Hal itu karena, Indonesia yang telah bergabung dalam
berbagai kesepakatan ekonomi regional, bilateral bahkan multilateral, memiliki
konsekuensi untuk menyukseskan pasar bebas ala kapitalis dengan meniadakan
peran pemerintah dalam berbagai sektor di
negaranya. Pemerintah hanya bertugas sebagai regulator saja. Alhasil berbagai
subsidi misalnya dalam BBM, Listrik, Kesehatan dll lambat laun harus dihapuskan
agar tercipta persaingan yang sehat di antara pihak swasta yang saat ini sudah
merambah dari hulu ke hilir.
Misalnya
saja, di bidang SPBU, di Indonesia tidak hanya didominasi oleh Pertamina, saat
ini muncul berbagai SPBU asing seperi Shell asal Belanda, British Proteleum asal
Inggris, serta Vivo asal Swiss. Jika pemerintah terus memberikan subsidi, maka
lambat laun perusahaan asing akan kalah saing, dan hengkang dari Indonesia
sebagaimana Petronas asal Malaysia dan Total asal Perancis yang resmi tutup.
Hal itu merugikan sistem kapitalis dan harus segera diatasi agar Indonesia
tetap menjadi lahan subur investasi swasta.
Jadi,
semakin jelas bahwa penghapusan subdsidi bukan karena tidak tepat sasaran, tapi
itu adalah jalan untuk memuluskan cita-cita sistem kapitalis untuk menjadikan
Indonesia ikut serta serratus persen dalam pasar bebas dunia.
Berbeda dengan sistem kapitalis yang
menilai BBM sebagai bahan komoditas untung dan rugi bahkan kepada rakyatnya
sendiri, Islam memandang BBM sebagai bagian dari kebutuhan pokok masyarakat
yang wajib dipenuhi oleh negara. Sebagaimana hadits Rasulullah salallohu
‘alaihi wassalam, kaum muslim berserikat dalam tigal hal, yaitu air, api
dan padang rumput. Api yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah sumber energi.
Maka BBM adalah hal yang wajib dijamin oleh Islam pada rakyatnya.
Oleh karena itu, pengelolaan semua
sumber daya alam, termasuk di dalamnya berkaitan sumber energi, negara wajib menjadikannya
sebagai kepemilikan umum yang dikelola langsung oleh negara. Artinya tidak
boleh ada swasta yang bermain di sana kecuali statusnya hanya sebagai karyawan
yang digaji oleh negara, bukan sebagai pemilik. Lalu hasil keuntungan dari
sumber daya alam tersebut akan dikembalikan kepada rakyat berupa BBM yang murah
bahkan gratis. Jika ada lebih maka akan digunakan untuk membangun infrasturktur
bagi kepentingan umum seperti sekolah, rumah sakit, jalan raya, dan lain-lain.
Sayang seribu saying, Indonesia
dengan keberlimpahan sumber daya alam termasuk di dalamnya sumber daya energi
tidak mampu menjadikan rakyatnya sejahtera, namun kian hari malah kian
tercekik. Begitulah jika kapitalisme menjadi acuan dalam bernegara, yang
diutamakan hanyalah kepentingan para pemilik modal saja. Hanya dengan Islam
saja rakyat semua kalangan, miskin maupun kaya bisa merasakan kesejahteraan
yang hakiki. Wallohu’alam bishowab.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.