Masih
hangat di depan mata, detasemen Khusus 88 (Densus 88) Antiteror Polri menangkap
13 tersangka teroris di Provinsi Aceh pada jumat (22/7/2022) lalu. Menurut Kepala
Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad
Ramadhan, mereka merupakan anggota jaringan Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah
Ansharut Daulah (JAD). (Kompas, 24/07/2022)
Jika kita telisik lebih dalam, ternyata penangkapan teroris di Aceh pekan lalu itu tidak dipicu oleh peristiwa terror tertentu, melainkan berdasarkan hasil pengamatan lama dan panjang dari pihak keamanan. Menurut Al Chaidar, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Aceh, masih banyak pihak yang masuk jaringan JAD dan pernah terlibat dalam sejumlah insiden bom, seperti di Samarinda, Kalimantan Timur (2015); Surabaya, Jawa Timur (2018); Sibolga, Sumatera Utara (2019), dan Makassar, Sulawesi Selatan (2021)., tetapi belum ditangkap. Jika memang mereka terbukti terlibat dan tindak terorisme itu nyata, mengapa tidak sesegera mungkin dilakukan tindakan? Mengapa baru sekarang kasus ini mencuat kembali di tengah publik? Baru bisa ditangkap atau sengaja ditunda penangkapan? Timing adalah kuncinya.
Menurut
Hidayat Nur Wahid, Anggota DPR dari Partai Keadilan Sejahtera, isu terorisme
selalu muncul di tahun-tahun politik, misalnya di tahun 2013, 2018 dan 2019.
Beliau juga mengatakan isu terorisme sangat mengganggu karena bisa menghadirkan
opini-opini yang sesat dan menimbulkan stigma yang tak benar pada kelompok
tertentu. (VIVA.co, 15/5/2018) Namun, apakah peningkatan aktivitas terorisme di
setiap tahun politik itu benar adanya ataukah hanya sebatas pengalihan isu atau
bahkan upaya untuk menjauhkan umat islam khusunya, terhadap politik islam?
Pertanyaan tersebut agaknya wajar
mencuat di tengah umat karena isu tersebut selalu berulang hadir. Bahkan,
sebelum terjadinya penangkapan 13 tersangka teroris tersebut, isu terorisme
dimunculkan pada dugaan penyelewengan dana ACT yang sempat tranding di
awal bulan Juli lalu dan diduga disalurkan ke jaringan terorisme tertentu. Lalu
dikaitkan dengan pejabat daerah tertentu yang diduga menjadi bagian dari ACT,
padahal pejabat tersebut sedang memiliki pamor yang tinggi di tengah
masyarakat.
Peristiwa
tersebut jelas memperlihatkan ada setting politik di dalamnya. Menjadi
lebih bahaya jika isu terorisme ini dikaitkan dengan kelompok-kelompok yang
mengusung ide politik islam yang kaffah, seolah-olah ingin mengaburkan fakta di
tengah umat bahwa islam bukanlah pilihan solusi dalam dunia politik. Padahal
dalam al quran maupun as sunnah, banyak ditunjukkan dalil bagaimana Allah dan
Rasul menjadikan islam sebagai pedoman hidup, bahkan dalam politik negara
sekalipun.
Sebagai manusia yang telah dibekali
akal, kita perlu bersikap cerdas dan hati-hati menyikapi setiap peristiwa,
termasuk terorisme yang setiap saat “digoreng”. Jangan sampai kita mudah
diaruskan pada opini sesat atau setting politik rendahan dan menyebabkan
kita menjauh dari kebenaran yang sesungguhnya. Sudah saatnya kita melihat islam
bukan hanya sekedar agama ritual, tapi islam pun adalah solusi tuntas dalam
setiap problematika hidup kita, bahkan dalam bernegara. Wallohu’alam
bishowab[]
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.