Indonesia dengan penduduk muslim terbanyak di dunia memiliki potensi ekonomi syariah yang sangat besar. Oleh karenanya, Indonesia menetapkan visi Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024 menjadi Indonesia yang mandiri, makmur, madani, dan menjadi pusat ekonomi dan keuangan syariah terkemuka di dunia. Visi tersebut semakin dirasa optimis terlebih berdasarkan Cambridge Global Islamic Financial Report, Indonesia berhasil menempati peringkat pertama pada Islamic Finance Country Index 2021, melampaui peringkat Arab Saudi dan Malaysia. Adapun indikator penilaian meliputi perbankan syariah, pasar modal syariah, takaful dan retakaful, keuangan mikro Islam, pariwisata ramah muslim, industri fashion muslim, obat-obatan halal, kosmetik halal, dan produk makanan halal.
Untuk menyukseskan masterplan
ekonomi syariah tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga
Hartarto, gencar meningkatkan literasi keuangan di kalangan pemuda, khususnya
menyasar lingkungan kampus dengan tema kegiatan Literasi Keuangan Goes to
Campus. Mulai dari UI, IPB, UNY, Unpar, Universitas Islam Riau, dan lain
sebagainya telah rampung mengadakan workshop tersebut dengan harapan pemuda
dapat mengambil peran besar dalam peningkatan literasi keuangan di
tengah-tengah masyarakat. Apalagi pasca kejadian ratusan mahasiswa IPB yang
terjerat penipuan investasi bodong dan banyaknya kasus serupa di tengah-tengah
rakyat semakin meyakinkan pemerintah agar literasi keuangan menjadi hal yang
perlu ditingkatkan teruitama di kalangan pemuda. Sehingga pemuda, yang dinilai
sebagai pelaku ekonomi potensial tersebut tidak lagi menjadi job seeker
tetapi job creator.
Namun, menjadi pertanyaan besar dan
mendasar, benarkah berbagai problem keuangan yang menimpa rakyat khususnya
pemuda itu hanya karena kurangnya literasi keuangan mereka? Apakah benar peran
pemuda terpenting saat ini sebatas menjadi job creator dan pendongkrak
ekonomi semata?
Dari perspektif Islam, sebagai agama yang
dianut mayoritas peenduduk Indonesia, ternyata pangkal dari berbagai masalah
keuangan tersebut adalah karena riba. Maraknya pinjol dan investasi bodong di
tengah umat, baik yang illegal maupun legal di bawah pengawasan OJK sama-sama
berbasis ribawi. Padahal jelas, Allah dan Rasull-Nya telah banyak
memperingatkan kaum muslim tentang bahayanya riba. Apalagi dorongan kuat
menjadikan pemuda sebagai pembisnis tidak diimbangi dengan pembekalan ilmu muamalah
syar’i. Padahal, khalifah ke dua dalam Islam sekaligus salah satu sahabat
terbaik Rasulullah, Umar bin Khattab mencontohkan dengan melarang keras
siapapun masuk ke pasar dalam rangka berniaga jika dia belum faham ilmu
mu’amalahnya.
Selanjutnya, peran pemuda yang dalam
sistem kapitalisme dilihat potensinya dari segi ekonomi saja, baik sebagai
objek pasar (penggila fashion, penikmat kuliner, haus healing dan traveling)
maupun sebagai subjek pendongkrak ekonomi, (job seeker dengan standar
gaji rendah, content creator dengan seribu cara viral, serta
wirausahawan karbitan), sejatinya melenceng dari fitrahnya sebagai pemuda.
Pemuda semasa hidupnya di dunia kampus, semestinya fokus dalam menimba ilmu, tidak
dibebani dengan berbagai target ekonomi. Walhasil, pemuda hanyalah sebagai
target eksploitasi dan menjadi tumbal ekonomi kapitalis semata.
Berbeda dengan Islam yang benar-benar
menjadikan pemuda sebagai agen perubahan.
Islam memiliki cara terbaik untuk memberdayakan pemuda sesuai dengan
potensinya untuk kebaikan umat
manusia, dan tidak mengebirinya hanya
sebagai budak kapitalisme. Dalam proses menimba ilmu, Islam mencurahkan
dukungan optimal agar tercipta kaum intelektual berkualitas dan berintegritas.
Mulai dari mudah dan murah dalam menuntut ilmu serta fasilitas dan teknologi
penunjang pendidikan termutakhir. Islam pun mencetak pemuda yang peduli,
visioner dan pemimpin umat melalui pembinaan-pembinaan masif dan terstruktur
sesuai dengan nilai dan aqidah Islam, sehingga keberadaannya di tengah-tengah
umat sangat dirasakan dan benar-benar dibutuhkan.
Maka sangat wajar terdapat pemuda sekelas Usamah
bin Zaid (18 tahun) menjadi pemimpin pasukan yang anggotanya adalah para
pembesar sahabat seperti Abu Bakar dan Umar untuk menghadapi pasukan terbesar
dan terkuat di masa itu. Sa’d bin Abi Waqqash (17 tahun) yang pertama kali
melontarkan anak panah di jalan Allah dan termasuk dari enam orang ahlus syuro.
Zaid
bin Tsabit (13 tahun) sang penulis wahyu. Dalam 17 malam mampu menguasai bahasa
Suryani, sehingga menjadi penerjemah Rasul Shallallu’alalihi wasallam. Hafal
kitabullah dan ikut serta dalam kodifikasi Al Qur’an. Dan banyak lagi yang
lainnya.
Sudah saatnya pemuda bangun dari lelap
tidurnya dan menyadari siapa kapitalis sesungguhnya. Pemuda harus bangkit dan
mengembalikan peran utamanya dengan Islam, jangan mau dibajak sekedar sebagai
pendongkrak ekonomi kapital. Pahami, pelajari dan amalkan Islam kaffah untuk
keluar dari jeratnya, lalu berusaha ambil bagian dalam perjuangan menolong
agama Allah. Wallohu’alam bi showab.
No comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.