Download Materi Kajian Islami

Saturday, 23 February 2013

Kondisi Niberat di dalam Al-Qur’an



                Pernah nonton gak cerita-cerita orang yang lagi di luar angkasa, atau kisah-kisah astronot? Itu loh kondisi astronot yang melayang-layang di kapal luar angasanya? Ternyata di dalam Al-qur’an juga terdapat isyarat yang boleh jadi menunjukkan adanya keadaan tanpa bobot dan kondisi umum seseorang atau benda yang berada di angkasa luar di atas atmosfer bumi. Hal ini misalnya, dapat kita baca dalam surah Al-Hajj berikut:
Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan oleh angin ke tempat yang jauh. (QS Al-Hajj [22]: 31)
                Selain itu di dalam Al-Qur’an juga terdapat ayat yang menceritakan kondisi seseorang yang sedang mendaki dan mengalami kesulitan bernafas (karena tipisnya oksigen di udara) digambarkan Allah dalam firman-Nya:
                … Dan barang diapa dikehendaki Allah kesesatannya, niscahya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang yang tidak beriman. (QS Al-An’am [6]: 125)
                Secara teori sains ini dapat dibuktikan. Pertama, orang yang berada dalam satelit yang sedang mengorbit atau berada dalam pesawat angkasa yang tidak bergerak akan mengalami keadaan tanpa bobot. Dalam keaadaan itu, orang tidak tertarik ke bawah, ke sisi, atau ke atas, tetapi melayang di dalam pesawat. Penyebab dari keadaan ini bukan kegagalan gaya gravitasi untuk menarik tubuh, melainkan karena gravitasi dari benda angkasa berdekatan masih aktif. Namun, gravitasi akan diimbangi oleh gaya sentrifugal dari lintasan orbital yang bekerja terhadap pesawat dan terhadap orang pada saat yang bersamaan, karena itu keduanya akan ditarik oleh gaya percepatan yang tepat sama besarnya dan dengan arah yang sama. Karena alasan itu, orang tidak tertarik ke salah satu sisi dari pesawat angkasa. Kedua, Jika h (ketinggian) semakin besar maka P (tekanan) semakin rendah pula (dan berlaku sebaliknya) oksigen (gas), pada tempat tinggi , yang tekanannya rendah tentunya akan membuat kadar oksigen digunung tipis, akibatnya jika ada orang yang mendaki gunung maka akan mengalami lemas sesaat, karena afinitas darah terhadap O2 berkurang saat kita mendaki gunung..
Sumber:
Ensiklopedia Ilmu dalam Al-Qur’an : Afzalur Rahman

Jual Macam-Macam Kerudung

Jika berminat hubungi: https://www.facebook.com/tresnamustikasari09





















Jika berminat hubungi: https://www.facebook.com/tresnamustikasari09

Tuesday, 19 February 2013

Manusia Berkualitas Berlian



            Ada hal yang menarik yang dapat saya ambil pelajaran ketika pertama kuliah matkul Fisika Zat Padat kemarin. Tahu kan, yang namanya Zat Padat pasti belajar yang ada hubungannya dengan material. Lebih spesifiknya lagi mengupas tuntas tentang struktur dari zat padat sendiri.

          Berhubungan dengan struktur, teman-teman pasti sudah gak asing kan dengan Berlian dan juga Arang? Ternyata unsur penyusun kedua benda tersebut sama! Gak nyangka kan? Arang yang hitam legam dan berlian yang begitu menawan sama-sama tersusun dari karbon. Tapi kok bisa ya mereka beda banget penampakkannya? (hehehe, kayak apa aja ya penampakan :D)

Friday, 8 February 2013

Akibat Fungsi Seorang Ibu yang Terdegradasi




                Baru-baru ini khalayak tersentak dengan pemberitaan terbunuhnya seorang bayi berusia lima bulan bernama  Rasya Elfino Azmi, oleh seorang babysitter. Dikatakan bahwa sang bayi tak berhenti menangis lah yang menjadi pemicu naik pitamnya aksi sadis tersebut. Sempat beredar kabar juga bahwa ada kemungkinan ada sesuatu yang menjadi latar belakang penghilangan nyawa seorang bayi tak berdosa itu. Apapun alasan pastinya, saya tak akan berkomentar lebih lanjut, hanya saja ada satu titik tekan yang perlu kita perhatikan dari kasus ini.
                Semua orang mengakui bahwa salah satu kodrat wanita adalah melahirkan. Setelah melahirka seorang perempuan akan dengan langsung bergelar “Ibu”. Tentu menjadi seorang ibu yang sempurna tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan. Butuh kerja yang keras untuk mampu berperan sebagai ibu yang bertanggung jawab, istri yang baik sekaligus ibu rumah tangga yang tiada dua. Maka, sangatlah heran ketika mendengar ada orang yang merendahkan dan menyepelekan tugas seorang ibu rumah tangga.
Bisa kita bayangkan, betapa besar peran seorang perempuan untuk keluarganya. Dia mampu mensuport seorang suami dikala suami berada dalam keadaan banyak masalah. Dia mampu menjadi pelepas lelah saat suami telah penat dalam bekerja. Dia mampu menjadi penentu masa depan anak-anak dengan didikannya yang berkualitas.
Namun, dewasa ini peranan seorang istri sekaligus seorang ibu sudah terdegradasi. Yang seharusnya dapat memastikan anak dan suaminya, tapi sekarang banyak teralihkan oleh kehidupan glamour dan bahkan banyak yang sibuk berkarier sampai melalaikan kewajiban utamanya. Maka tidaklah heran banyak terjadi perselingkuhan. Mengapa? Karena sang istri tak lagi mencurahkan perhatiannya pada suami, tapi beralih pada pekerjaan atau hobi barunya. Tidak lah heran pula banyak anak bangsa yang berlaku menyimpang, narkoba lah, seks bebas lah, dan banyak lagi yang lainnya. Mengapa? Karena sang ibu tidak lagi mencurahkan kasih sayangnya dengan optimal kepada anaknya, tapi dia lebih menyayangi karier dan hobinya.
Begitu pula yang terjadi pada pembunuhan sang bayi tak berdosa tadi. Tidaklah akan terjadi kalau saja sang ibu selalu mendampingi sang anak disetiap waktu. Tidak akan terjadi ketika sang ibu pun selalu mengamati proses pertumbuhan anak. Tidak akan terjadi ketika ibu mengawasinya setiap saat. Maka dari itu, sangatlah penting kita ketahui bersama bahwa peranan ibu yang sesungguhnya adalah menjadi seorang ibu rumah tangga yang bertanggung jawab terhadap suami dan anak-anaknya. Jadi, tidak ada alasan lagi bagi para wanita untuk tidak mengatakan bahwa “Aku adalah seorang ibu rumah tangga, dan aku bangga karenanya”.

Thursday, 7 February 2013

Motivasi Menjadi Ilmuan di Masa Kini

Suatu hari ketika kunjungan ke Puspiptek, ada sebuah kejadian yang patut direnungkan. Seorang senior ditingkat akhir meninjau sebuah alat (SANS) yang ingin dia pakai untuk tugas akhirnya. Namun sayang, ketika melihat alatnya langsung di kawasan BATAN, ternyata alat yang luar biasa besar ini sedang dalam masa perbaikan. Butuh waktu delapan bulan untuk menunggu perbaikan (di LN) dan belum ditambah instalasi ulang di BATAN kembali. 

Jika saya berada pada posisinya, tentu saya akan merasa sangat kecewa. Naluri saya yang berkeinginan sebagai ilmuan dan fisikawan akan merasa merana. Namun ada yang sedikit tak saya terima kala itu. Sang dosen yang juga ikut berkunjung kesana lebih memilih mundur ketika mengetahui bahwa sistem penelitian yang ada di BATAN berbeda dengan sistem kerja penelitian yang lainnya (maksudnya masih di wilayah Puspiptek). Jika ditempat lainnya seorang yang berkepentingan (dosen, mahasiswa atau siapa pun) yang ingin melakukan penelitian bisa menitipkan kerjaannya ke pegawai yang ada disana, dalamartian pemilik proyek tidak memantau seutuhnya jalannya penelitian, yang penting adalah data yang didapatkan ada. Sedangkan di BATAN, siapapun orangnya, pegawai, dosen ataupun mahasiswa yang ingin melakukan penelitian ya harus murni meneliti atas kerjanya sendiri secara total. Ilmuan sejati.

Secara selintas saya dapat menyimpulkan dan menilai apa sih motivasi penelitian yang dosen itu lakukan. Tidak lain dan tidak bukan hanya sekedar pemenuhan tugas (skripsi, tesis, atau disertasi) tidak murni seutuhnya meneliti demi kemajuan kehidupan. Mengecewakan sekali, hal tersebut jauh dari yang saya harapkan. 

Menjadi seorang ilmuan merupakan hal yang menyenangkan di benak saya. Bisa dibayangkan, betapa besar motivasi yang seharusnya muslim dapatkan dari islam. Betapa banyak ayat-ayat al-Qur'an yang menyebutkan   tentang keilmuan. Dan terlepas dari itu, seorang ilmuan merpakan pahlawan zaman. Tanpa ilmuan dunia tak akan terang (Thomas Alfa Edison: Lampu Pijar), tanpa ilmuan dunia tak ada komunikasi (Graham Bell : Telepon), tanpa ilmuan kita akan rumit dalam berhitung (Alkhoarizmi : Penemu angka nol), dan lain-lain. Maka dari itu seorang ilmuan sangatlah penting. Namun, yang harus diingat kembali oleh kita adalah motivasinya. Motivasi menjadi seorang ilmuan dalam islam tentu berbeda dengan motivasi orang selian islam. Jika saat ini penelitian dilakukan untuk mengatasi suatu permsalahan yang ada, namun dalam islam penelitian dilakukan semata-mata karena berharap keridhaan Allah, tidak mesti ada masalah dulu.

Saya selalu ingat sebuah hadits yang selalu bapak saya ingatkan sejak kecil, kalo dalam bahasa Sunda dikenal "Tuntut elmu timimiti di ais nepi ka di pais" artinya tuntutlah ilmu dari pertama kali kita disapih sampai kita dikafni. Itulah motivasi kaum muslimin dahulu, motivasinya tidak lain adalah karena pentingnya menuntut ilmu dalam islam. Bahkan Allah pun menjanjikan akan menaikkan derajat orang-orang yang berilmu. Dengan motivasi itu tidaklah heran muncul ilmuan-ilmuan yang multitalenta, tidak hanya ahli dalam satu bidang saja. So, bagi para muslimah yang berminat jadi ilmuan, yuk kita optimalkan, agar islam kembali jaya.. :)

Wednesday, 6 February 2013

Ada Gak Sih Pacaran dalam Islam???



Assalamu'alaikum....

Teruntuk saudara-saudaraku seiman yang sangat aku cintai...
Di jaman yang semakin modern ini, pergaulan sudah sangat jauh dari ajaran islam...
Batasan antara laki-laki dan perempuan sudah tidak jelas...
Parahnya lagi ada sebagian ummat muslim yang mengakui dirinya sebagai muslim, tapi syariat islamnya tidak diaplikasikan di kehidupannya sehari-hari, dengan kata lain kita lebih mengenal dengan sebutab islam KTP...
Saudara-saudaraku bukan termasuk golongan seperti itu bukan???

Lanjut pada masalh inti, masalah yang sangat trend di kalangan remaja sekarang, dan saya prediksikan akan selalu trend sepanjang masa, yaitu masalah CINTA... yang sering di aplikasikan dalam bentuk PACARAN...

CINTA adlah naluri yang diberikan Allah pada setiap umatnya, semua manusia yang normal pasti merasakan cinta, namun cinta adalah kebutuhan yang tidak harus dipenuhi dalam waktu yang cepat, tidak seperti makan yang ketika lapar kita harus makan, jika tidak makan, maka kita bisa mati (tentunya kalo gak makan-makan terus maksudnya, hihihi..).
Cinta bukan seperti makan, jika kita sedang jatuh cinta kita tidak harus memenuhi kebutuhan kita pada waktu itu juga...
Memang sih, cinta tidak sempit artiannya, bukan hanya ke lawan jenis kita saja, bisa ke orang tua, adik, sahabat, saudara-saudara seiman, dan lain-lain. Bahasa kerennya dikenal dengan naluri an-nau. Cuman disini saya akan persempit saja membahas cinta ke lawan jenis.

Kalo cinta adalah naluri, berarti jatuh cinta gak salah dong? Jawabnya emang gak salah (Siapa juga yang bilang salah? hehehe). Yang salah adalah ketika kita memenuhi  naluri an-nau kita yang satu ini dengan cara yang tidak sesuai dengan aturan Allah. Nah kalo PACARAN? Ada gak sih dalam islam? Sesuai sama aturan Allah gak sih? Kalo mau tau jawabannya temen-temen bisa liat di status-statusnya Ustadz Felix Siauw, disana teman-teman bisa lebih terbuka lagi tentang kemudzaratan PACARAN. Trus kalo temen-temen ngebet pengen melanjutkan ke jenjang yang lebih jauh sesuai dengan aturan Allah, temen-temen bisa juga baca buku "Risalah Khitbah" (Pengarang sama penerbitnya saya lupa, maaf ya, hehehe).

Seleksi Itu Sunatullah dan Fitrah



       Ketika kita sedang berada dalam suatu komunitas, kelompok dakwah, atau bahkan suatu kumpulan tak bermakna sekalipun seleksi alam seringlah terjadi.  Tapi terkadang keadaan tersebut malam membuat kita menjadi patah semangat dan pesimis dalam mencapai tujuan semula kita. Malah tak jarang kita pun meragukan keberadaan kita dalam kelompok dakwah tersebut, apakah itu jalan yang di ridhai Allah atau tidak.
“Dia yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa dan Maha Pengampun” (TQS. Al-Mulk [67] : 2)

Begitulah cara Allah menunjukkan tingkat amal seseorang. Seiring dengan berjalannya waktu, kita akan melihat siapakah yang benar-benar ikhlas dalam mengemban kewajiban amar makruf nahi mungkar ini dan siapakah yang justru niatnya bukan semata-mata hanya karena Allah.
Kesulitan, kekurangan rezeky, waktu yang sempit, tenaga terkuras, pikiran terkuras, ditolak orang, dicemooh orang, itulah segelintir ujian yang biasa datang pada seorang pengemban dakwah. Namun, apakah pantas bagi kita untuk mundur hanya dengan ujian yang tidak seberapa dibandingkan dengan ujian yang datang pada Rasulullah? Bacalah kembali di Sirah Nabawiyah bagiamana dulu Rasulullah berjuang mengemban agama yang haq ini. Apakah perjalanannya mudah? Ingatkah saudaraku, ketika dulu Rasulullah diludahi? Ketika dulu Rasulullah dilempari kotoran unta? Ketika Rasulullah di fitnah sebagai tukang sihir? Apakah sebanding pengorbannanya dengan pengorbanan kita sekarang?
Sungguh, kesulitan dan kemudahan, sempit dan lapang, kaya dan miskin adalah ujian bagi kita. Yang terpenting sekarang adalah seberapa besar ketaqwaan kita kepada Allah, seberapa yakinkah kita terhadap janji kemenangan dari Allah, dan seberapa besar kesabaran kita untuk tetap istiqomah dalam jalan dakwah ini. Ingat, seleksi itu sunnatullah dan fitrah. Bagaimana dulu ketika kita pun terpilih terlahir didunia ini atas seleksi yang sangat ketat. Kurang lebih 280 juta sel sperma yang ada hanya sperma kita yang mampu bertahan sampai akhir. 
Maka dari itu, bagi kita yang masih bertahan dan tetap istiqomah dalam jalan dakwah ini, jangan lah menciut dan ragu karena melihat saudara kita yang berguguran. Do’akanlah saudara kita agar tetap berjuang menegakkan kembali keagunggan aturan Allah di bumi Allah ini walau tak lagi bersama-sama dengan kita. Insya Allah, kita dikumpulkan kembali di Jannah-Nya kelak. Aamiin…
Bila dakwah itu bagaikan pohon, ada saja daun-daun yang berguguran. Tetapi pohon dakwah itu tak pernah kehabisan untuk menumbuhkan daun-daun baru, sementara daun yang berjatuhan hanya akan menjadi sampah sejarah. Teruslah bergerak hingga kelelahan itu lelah mengikutimu. Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu. Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu. Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu. Teruslah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu. Semoga kita adalah orang-orang unggulan dalam dakwah ini dan bukan menajdi daun-daun yang berguguran, semoga jalan ini yang akan mengumpulkan di Jannah-Nya kelak..

Wallohu a’lam bi ash-showab..

Sahabat, Jalan Pengabdian pada Zat Yang Maha Sempurna


“Jika kita harapkan dapat teman tanpa cela, maka jangan berteman dengan manusia, bertemanlah dengan malaikat. Jika kita inginkan tempat yang sempurna, jangan bertempat di dunia, tapi bertempatlah di surga. Kita ada di dunia bukan untuk mencari seseorang yang sempurna untuk menjadi teman atau sahabat, bukan juga untuk mengejar kesempurnaan dunia yang hanya sesaat, tapi kita ada di dunia adalah untuk belajar mengerti seseorang yang tidak sempurna dengan cara yang sempurna dan memahami kata yang tak sempurna untuk mengabdi pada Zat Yang Maha Sempurna”.


                Teringat seorang guru sosiologi ketika SMA mengatakan bahwa manusia adalah makhluk  “zoon politicon” artinya mahluk yang hidup secara berkelompok, maka manusia akan merasa penting berorganisasi demi pergaulan maupun memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain manusia membutuhkan seseorang selain dirinya untuk hidup. Entah itu untuk dijadikan teman bicaranya, atau hanya sekedar suatu manfaat yang hendak diperoleh (pendidikan, kesehatan, jual beli, dll). Sejak kita dilahirkan ke dunia, untuk pertama kalinya bisa bernafas, untuk pertama kalinya bisa melihat indahnya dunia, hingga sekarang yang mungkin sudah berumur belasan atau bahkan puluhan tahun, kita tidak pernah bisa hidup tanpa orang lain.
                Tentu keluarga adalah yang pertama kali kita butuhkan di kehidupan ini. Sesosok ibu yang rela terjaga sepanjang malam untuk memastikan kebaikan anaknya, sesosok ayah yang tanpa lelah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan sesosok kakak yang dengan sabarnya menjaga seorang adik dari setiap bahaya yang mendatanginya.
                Tapi, ada sesosok lain yang tidak kalah pentingnya dengan keluarga kita. Dia adalah sahabat. Betapa tidak, sahabat adalah seseorang yang selalu ada ketika kita suka maupun duka. Sahabat adalah sesosok yang selalu mendengarkan keluhan dan setiap ocehan kita. Sahabat selalu menerima kekurangan kita. Sahabat memberi dengan tulus. Dia selalu berusaha mengerti tidak hanya ingin dimengerti. Itulah gambaran sahabat yang ideal yang kita inginkan, yang terkadang kita lupa apakah kita sendiri sudah menjadi sahabat yang seideal dengan apa yang kita tuntut terhadap orang lain.
                Terkadang apa yang kita lalui dalam persahabatan tak selamanya mulus dan indah. Terkadang membuat melelahkan dan menjengkelkan. Tapi itulah pendewasaan persahabatan. Persahabatan tidak terjalin secara otomatis tetapi membutuhkan proses yang panjang seperti besi menajamkan besi, demikianlah sahabat menajamkan sahabatnya. Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.
                Sahabat pun hanya manusia biasa, tak kan pernah sempurna. “Jika kita harapkan dapat teman tanpa cela, maka jangan berteman dengan manusia, bertemanlah dengan malaikat.” Hati manusia hanya bisa mencintai sekejap, kaki hanya bisa melangkah sejauh lelah, tapi sebuah persahabatan adalah keabadian yang tidak ternilai.
                Sahabat yang sejati adalah yang selalui mencintaimu karena Allah dan membencimu karena Allah. Ia akan mengatakan kebenaran walaupun pahit bagimu. Maka sahabat yang sejati adalah seseorang yang terus membuatmu mendekatkan diri kepada Allah. Karena hakikat hidup adalah pengabdian seutuhnya pada Sang Pencipta. Maka sahabat adalah jalan bagi pengabdian kita kepada Zat  Yang Maha Sempurna.

Tresna Mustikasari (Tremusa)

Pilkada Jabar 2013 Bertabur Artis, Rakyat Dilematis



Pemilihan gubernur Jawa Barat tinggal menghitung hari. Di Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat tercatat ada lima pasang calon gubernur-wakil gubernur yang mendaftar. Kelima pasangan cagub-cawagub itu adalah: Dikdik Mulyana Arief Mansur-Cecep Nana Suryana Toyib (independen), Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki (PDIP), Dede Yusuf-Lex Laksamana (Demokrat, PAN, PKB, Gerindra), Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar (PKS, PPP, Hanura, PBB), dan Irianto MS Syafiuddin-Tatang Farhanul Hakim (Golkar).
Dari kelima pasang tersebut,  tiga diantaranya bermuatan artis. Ketiganya cukup familiar di telinga masyarakat. Rieke seorang perempuan asli Jabar yang sudah cukup lama bermain di kancah perpolitikan. Dede Yusuf sosoknya serta kerjanya telah masyarakat kenal sejak menjabat menjadi wagub bersama Aher. Dan yang terakhir Dedi Mizwar yang semua orang tau, dari kalangan mana pun ia, bagaimana sosok senior artis ini, plus dengan peran-peran acting-nya selama ini yang penuh dengan keisalaman.
Dilema Rakyat dan Pencitraan Semata
                Sungguh rakyat dibuat dilema dengan pilkada sekarang. Betapa tidak, mungkin saja satu keluarga akan terpecah suaranya. Sang Ayah dengan mantap memilih Rieke, karena dia adalah seorang pelanggan “Kuku Bima”. Sang Ibu dengan yakin memilih Dede Yusuf, karena ia pun selalu memilih “bodrex “ untuk mengatasi sakit kepalanya. Sang anak tak mau kalah, ia haqul yakin memilih Dedi Mizwar karena ia bercita-cita sebagai seorang atlet yang gemar makan “sozzis”. Lucu memang, tapi yang perlu saya tekankan disini, bukan bermaksud promosi, atau menyindir iklan tertentu, tapi inilah realita yang ada.
                Jika kita mau berpikir lebih jauh, sesungguhnya sosok-sosok yang mereka tampilkan hanyalah pencitraan semata. Jauh api dari panggang, itulah kiranya pribahasa yang cock untuk situasi yang ada pada pilkada Jabar saat ini. Mengapa demikian? Karena semua pasangan, bahkan tidak hanya di pilkada Jabar saja, tetapi semua calon dari suatu pemilu pasti akan mencalonkan orang yang memiliki kepopuleran tinggi di mata masyarakat, bukan kerja serta sumbangsihnya pada masyarakat.
Mengapa Bisa Terjadi?
                Jika kita lihat, pencitraan pada setiap pasangan pemilu sudah menjadi budaya di perpolitikan Indonesia. Jika kita buat siklusnya, maka yang terjadi adalah  mula-mula melakukan pencitraan di kampanye, yang tentunya memakan dana yangtidaklah sedikit. Setelah terpilih, langkah pertama adalah pengembalian modal yang telah dikeluarkan waktu kampanye, tentunya yang paling mudah tidak lain dan tidak bukan dengan KKN. Tahap selanjutnya setelah semua modal terkumpul, memutar cara kembali untuk pencitraan di pemilu selanjutnya. Sungguh ironis, kapan mereka akan mengurusi rakyat?
                Semuanya itu adalah akibat sistem yang Negara kita terapkan adalah Kapitalis Demokratis, yang justru memicu adanya budaya perpolitikan yang terjadi sekarang. Bisa kita perhitungkan, berapa kira-kira biaya yang diperlukan seseorang ketika mencalonkan sebagai misalnya cagub dan cawagub? Ratusan juta bahkan mencapai miliaran rupiah. Kira-kira dari mana uang sebanyak itu mereka dapat? Jadilah sebuah jabatan itu termotifasi oleh uang, bukan semata-mata memajukan rakyat.
                Selain telah nyata nampak kecacatan serta kerugian akibat adanya demokrasi ini, kita sebagai seorang muslim pun dengan jelas telah Allah peringatkan bahwa hanya aturan Allah lah yang berhak digunakan di bumi Allah ini. Sebagai analogi, ketika kita menjadi mahsiswa Universitas Padjadjaran, sudah barang tentu aturan yang kita pakai adalah aturan Universitas Padjadjaran, bukan aturan selain Itu. Begitupun dengan kita yang telah memilih islam, sudah tentu aturan yang kita pakai adalah aturan islam. Aturan Sang Maha Pencipta yang pasti tahu apa yang terbaik untuk ciptaan-Nya.
Jadi Solusinya?
                Tidak lah susah untuk medapatkan solusi dari kegalauan atau kedilemaan yang masyarakat Jabar sekarang rasakan. Apa itu? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan mengabaikan semua seruan serta rayuan manis menyesatkan dari semua para calon, karena mereka jelas-jelas tidak berdiri atas aturan islam. Aturan islam yang kaffah, bukan hanya islam individu. So, yang harus kita lakukan sekarang adalah terus memperjuangkan islam agar syari’ah islam segera diterapkan di Bumi Allah ini. Karena Islam the one solution, nothing else. Pertanyaannya sekarang, kita mau jadi penonton atau pemain? Pemain mana, pemain utama atau hanya sekedar pemain figuran? :D
Life is Choice..
Wallohu’alam bi ashowab..

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...