Download Materi Kajian Islami

Thursday 6 December 2012

Jika Ada Orang yang Harus Disalahkan atas Kegagalan Kita, Maka Orang itu adalah “AKU”



Pernahkah kawan merasakan kegagalan? Saya rasa pernah, karena kegagalan yang saya maksud adalah segala sesuatu yang diluar batas target pencapaian yang seharusnya. Misalnya saja kita telat masuk kuliah, maka itu merupakan kegagalan kita dalam mengatur waktu. Kita terjebak macet dijalan berulang kali, itu merupakan kegagalan kita dalam menganalisa dan memperhitungkan segala kemungkinan diperjalanan. Kita telat bangun, itu merupakan kegagalan kita dalam meneguhkan hati untuk bangun tepat pada wakunya. Jadi, segala hal yang keluar dari batasan yang seharusnya, itu adalah kegagalan.
                Sekarang, mari kita renungkan. Ketika kita bangun kesiangan, hal pertama apa yang kita salahkan? Apakah karena alarmnya tidak berfungsi? Apakah karena tidur terlalu malam gara-gara mengerjakan segudang tugas? Apakah karena teman kita tidak membangukan? Apakah karena kasur kita terlalu nyaman? Apakah karena kita tidak enak badan? Apakah karena kita terlalu banyak amanah sehingga kecapean? Ataukah karena…karena… dan karena yang lain? Lihat, betapa banyaknya kita mencari alasan.
                Ketika kita telat masuk kuliah, hal pertama apa yang kita kambing hitamkan? Angkotnya penuh? Supirnya lelet? Angkotnya ngetem? Diperjalanan macet? Kamar mandi ngantri? Terlalu banyak tugas yang belum terselesaikan? Ada lagi alasan yang lain?
                Ketika sehari saja kita tidak baca Al-Qur’an, apa hal pertama yang kita salahkan? Sibuk? Tidak ada jeda waktu? Lupa bawa Al-Qur’an? Banyak tugas? Banyak amanah?
                Astaghfirullah.. Astaghfirullah.. Astaghfirullah..
                Itulah kurang lebih pengalaman saya pribadi dan orang-orang terdekat yang saya amati. Apakah kawan pun demikian? Jika saya ambil hipotesis sementara, ternyata faktor kegagalan kita paling banyak disebabkan oleh diri kita sendiri. Jika boleh saya asumsikan, 70% penyebab kegagalan kita dikarenakan karena diri kita sendiri, dan 30% faktor dari luar kita. Mengapa demikian? Mari kita renungkan kembali.
                Ketika kita bangun kesiangan, hal pertama yang kita salahkan biasanya adalah karena alarmnya tidak berfungsi. Padahal  ketika kita sudah bertekad pada diri sendiri untuk bangun tepat waktu, kita pasti bisa.  Jika karena tidur terlalu malam gara-gara mengerjakan segudang tugas, maka itu merupakan kegagalan kita dalam mengatur waktu kita. Mengapa kita tidak menyicil tugas kita dan kita tidak berusaha mengefektifkan waktu kita? Contohnya saja ketika kita mencari bahan tugas ataupun menyusun tugas, kita masih sempat untuk smsan atupun fb-an, twitteran, dll.  Jika  karena teman kita tidak membangukan, maka kita harus bertanya kepada diri kita, sudah berapa umur kita? Sampai kapan kita akan bergantung terhadap orang lain? Jika karena kasur kita terlalu nyaman, ini merupakan alasan yang sangat kekanak-kanakan. Jika karena kita tidak enak badan, perlu ditanyakan juga, apakah kita sudah maksimal menjaga kesehatan kita? Jangan-jangan kita mengabaikan perut kita, jangan-jangan kita makan sembarangan, dll. Jika karena kita terlalu banyak amanah sehingga kecapean, maka kita juga perlu mempertanyakan kepada diri kita, sudah tahukah kita akan konsep menegemen priotitas, menegemen resiko, menegemen waktu serta kaidah kausalitas?
                Jadi jelasah bahwa, jika ada orang yang harus disalahkan atas kegagalan yang kita alami, maka orang itu adalah “aku”, alias diri kita sendiri. Bukan orang lain yang menjadi penyebab kegagalan kita, bukan pula suatu kondisi yang seperti apapun, tapi yang paling besar penyebab kegagalan itu adalah diri kita sendiri. Maka, marilah kita selalu introsfeksi diri ketika kita mengalami kegagalan atau kekecewaan, karena bisa jadi itu adalah buah dari kelalaian kita, hasil dari perbuatan kita. Bisa jadi itu adalah teguran buat kita dari Allah, karena mungkin ada suatu hal yang telah kita lakukan tanpa Allah ridho.
                Akhir kata saya tuliskan, bahwa tulisan ini merupakan buah dari kegagalan saya atas suatu hal. Lagi-lagi selalu saya katakan, saya bukan bermaksud untuk menceramahi siapapun, namun ini adalah rasa cinta saya terhadap semua saudara seiman saya, agar bisa ikut mengambil pelajaran dari kekeliruan yang telah saya lakukan. Semoga kita bisa menjadi orang yang selalu terus belajar dan mampu memperbaiki diri sehingga Allah ridho terhadap setiap aktifitas kita. Aamiin..

“Janganlah Kita berdiam diri dengan SISTEM yang menghambat ketakwaan sempurna kita kepada Allah, tapi berjuanglah. Namun, selagi kita memperjuangkan untuk Kebangkitan Islam, jangan pula lah diri kita ikut menghambat ketakwaan kita kepada-Nya. Selalulah bermuhasabah diri.”
               
Wallohu’alam bi ashowab..

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...