Download Materi Kajian Islami

Thursday 21 September 2023

Negara Tidak Tegas Terhadap L68T: Bertentangan dengan Identitasnya Sebagai Negeri Muslim

 


            Propaganda L68T kian masif, terutama pasca perhelatan akbar sepak bola dunia, dimana Qatar sebagai tuan rumah dengan tegas melarang adanya kampanye L68T dalam bentuk apapun. Bahkan Jessica Stern, utusan khusus Amerika Serikat di bidang L68TQI+ sempat berwacana berkeinginan untuk berkunjung ke Indonesia, meski pada akhirnya mendapatkan penolakan pula dari MUI.

            Melihat awal mula perkembangannya, LGBT di Indonesia setidaknya sudah ada sejak era 1960-an. Ada yang menyebut dekade 1920-an. Namun, pendapat paling banyak menyebut fenomena L68T ini sudah mulai ada sekitar dekade 60-an. Lalu, ia berkembang pada dekade 80-an, 90-an, dan meledak pada era milenium 2.000 hingga sekarang. (28/01/2016, republika.co.id)

            Tidak ada angka pasti berapa jumlah tepat populasi mereka, namun menurut riset Kemenkes RI tahun 2014, setidak-tidaknya terdapat 1 juta orang lelaki penyuka sesama jenis termasuk biseksual. Fenomena munculnya kaum L68T secara terang-terangan saat ini di media sosial menimbulkan dugaan kuat bahwa jumlah mereka tak terhitung lagi, bukan hanya sekedar kelompok kecil namun sudah menjadi sebuah organisasi yang hendak memperjuangkan legalitasnya di mata hukum.

Meski sulit, terutama karena tekanan masyarakat yang mayoritas beragama Islam, namun peluang pengesahan pengakuan terhadap mereka agaknya masih ada. Terlihat dari tidak tegasnya sikap pemerintah melalui perundang-undangan mengenai sanksi terhadap kaum L68T. Teranyar bisa kita lihat dari KUHP yang baru disahkan. Meski tidak ada kata-kata pelegalan, namun juga tidak terdapat pasal tegas pelarangan mereka.

Geliat pegiat HAM yang semakin kuat, berpropaganda bahwa pemerintah tidak boleh bersikap diskriminatif, beralasan bahwa konstitusi negara Indonesia jelas mengatakan  setiap warga negara itu punya kedudukan yang sama di hadapan hukum dan tidak boleh ada diskriminasi. Begitu pula dengan UU HAM.

Sungguh Ironi, Indonesia yang dikenal identitasnya sebagai negeri muslim terbesar di dunia namun tidak memiliki sikap tegas terhadap hal yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat. Hal ini terjadi sebagai buah pemikiran sekuler yang diemban oleh negara Indonesia. Sesuatu yang jelas diharamkan oleh agama (Islam) tidak bisa dengan mudah dilarang oleh negara, apalagi ketika ada arus global legalisasi L68T atas dasar hak asasi dan hak seksual reproduksi. Indonesia yang tergabung dengan organisasi internasional, yang tentunya mereka semua pro terhadap L68T, mau tidak mau harus ikut serta dalam arus propaganda mereka.

Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan umat akan hadirnya negara yang menerapkan aturan Allah secara kaffah. Karena, sampai kapanpun kita tidak bisa berharap negara bersikap tegas terhadap kemaksiatan selama negara kita masih berasaskan pada pemikiran sekulerisme. Islam kaffah hanya mungkin terwujud apabila kesadaran umat terhadap Islam dan syariat Islam semakin kuat dan dalam, Sehingga dengan sendirinya, umat menyadari dan menginginkan syariat terwujud di tengah-tengah kehidupan. Wallohualam bishowab.




No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan menggunakan bahasa yang sopan, jika tidak maka admin akan memasukkannya dalam kategori spam.

Anggaran IKN Melambung Tinggi: Untuk siapa?

              Meski banyak pro kontra sejak diwacanakannya, pemindahan ibu kota negara  Indonesia yang lebih dikenal sebagai Ibu Kota Nusant...